Kurang sosialisasi
Melihat kenyataan ini, Asep Rahmat Fajar, Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan (MAPPI), mengatakan kurangnya nama-nama yang dikenal masyarakat bisa saja disebabkan sosialisasi yang dilakukan Panitia Seleksi memang kurang.
Tetapi, ia melihat ada hal lain pula yang berpengaruh dalam proses seleksi hakim ad hoc tersebut. Bisa jadi ada keapatisan publik, ujar Asep. Keapatisan tersebut terbentuk karena menjamurnya korupsi sementara penyelesaiannya kurang menggembirakan.
Setelah terjaring 189 nama, Asep menyarankan panitia seleksi harus bekerja lebih keras, terutama mengenai soal transparansi track record para kandidat. Menurutnya, transparansi bukan hanya sekedar mengumumkan track record dari para calon hakim ad hoc tersebut. Namun, harus pula disampaikan ke publik latar belakang yang jelas, baik dalam pendidikan maupun pekerjaan, dari calon-calon hakim ad hoc tersebut.
Namun, dari 189 nama yang lolos seleksi awal, timbul kesan mayoritas nama-nama tersebut kurang dikenal masyarakat. Dari daftar nama tersebut, memang muncul nama Muhammad Yamin, Kepala Pusdiklat Kejaksaan yang beberapa waktu lalu sempat dijagokan akan menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berdasarkan jadwal yang disusun panitia seleksi, rekrutmen untuk hakim ad hoc Pengadilan Korupsi ini akan berakhir pada tanggal 21 Juni 2004. Nantinya akan didapat 16 orang hakim ad hoc Pengadilan Korupsi. Formasi 16 orang hakim akan dibagi menurut lingkup kerja. Rinciannya, untuk Pengadilan Negeri akan dipilih 6 orang, Pengadilan Tinggi 4 orang, dan untuk Mahkamah Agung 6 orang.
Menurut Mas Achmad Santosa, selaku anggota panitia seleksi, pihaknya memang tidak berhasil menarik minat orang-orang yang dinilai punya potensi untuk menjadi hakim ad hoc Pengadilan Korupsi.
Kita memang tidak berhasil menjemput bola, hanya Pak Yamin (Muhammad Yamin, red) saja yang berhasil ujar Mas Achmad kepada hukumonline. Ia menyadari bahwa kemungkinan memang banyak faktor lain yang mempengaruhi minat seseorang untuk ikut dalam seleksi hakim ad hoc ini. Bisa saja, karena syarat-syarat yang ditentukan memang berat. Menurutnya, untuk melamar menjadi hakim ad hoc yang persyaratannya ketat ini, sebenarnya dapat dilihat kesungguhan dari para pelamar.
Kendatipun sebagian pelamar, namanya kurang dikenal oleh publik, Mas Achmad berharap agar publik jangan terlalu cepat menilai. Belum tentu nama-nama yang ada tidak memiliki potensial, katanya. Ia mengemukakan, dari nama-nama calon tersebut bisa saja ditemukan orang-orang yang berintegritas tinggi dan sangat kompetenuntuk memberantas korupsi.