Kapolri ‘Ancam’ Meja Hijaukan Adrianus Meliala
Utama

Kapolri ‘Ancam’ Meja Hijaukan Adrianus Meliala

Adrianus siap menghadapi proses hukum.

ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RFQ
Foto: RFQ
Perseteruan Polri dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) kian memanas. Hal ini dipicu pernyataan komisoner Kompolnas, Adrianus Meliala, di salah satu televisi swasta yang membuat berang Kapolri Jenderal Sutarman. Alhasil, Adrianus dipolisikan oleh seorang PNS. Proses hukum penyidikan mulai berjalan di Bareskrim. Adrianus mulai menjalani pemeriksaan.

Kapolri Jenderal Sutarman menegaskan pihaknya tak segan memproses hukum terhadap orang yang diduga melanggar hukum. Dalam wawancara di sebuah televisi swasta, Adrianus sempat menyatakan bahwa Reserse dan Kriminal (Reskrim) dianggap sebagai ‘Anjungan Tunai Mandiri’ (ATM). Bahkan, dalam wawancara Adrianus mengatakan jika pimpinan tidak memiliki uang, maka dapat meminta dukungan dari Reskrim. Tidak hanya itu, perwira setingkat AKBP dan AKP dinilai sebagai ‘pengeruk’ uang demi kepentingan pimpinan.

Sebagai pucuk pimpinan Korps Bhayangkara dan sebagai institusi, Sutarman merasa dituding melakukan hal tersebut. Menurutnya, Kompolnas memang menerima banyak aduan dari masyarakat, mulai dari adanya oknum melakukan rekayasa, melakukan pemerasan. Namun, Polri tak menutup mata. Maka dari itu, Polri melakukan upaya pembersihan melalui pengamanan internal seperti halnya tertangkapnya perwira di Polda Jawa Barat.

Jenderal polisi bintang empat itu lebih jauh berpendapat, kalimat Reskrim sebagai ATM pimpinan Polri subjek dan objeknya adalah Polri. Dengan kata lain, kata Sutarman, jika ATM  merupakan pihak Reskrim, maka pihak yang menjadi korban adalah Reskrim pula.

Sutarman menegaskan bahwa pernyataan Adrianus telah merugikan institusi Polri. Maka dari itu, siapapun berhak melaporkan ke pihak kepolisian. Polri pun berkewajiban menerima dan menindaklanjuti laporan tersebut. Dalam kasus tersebut, pihak pelapor adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri. Namun tidak diketahui identitas tersebut.

“Terkait dengan pernyataan pak Adrianus terhadap Polri, saya katakan Polri yang dirugikan, sehingga Polri melakukan langkah-langkah penegakkan hukum karena statemen yang tidak benar dan dapat mendeskreditkan institusi Polri dan disaksikan oleh masyarakat,” ujarnya di Gedung Mabes Polri, Jumat (29/8).

Upaya langkah hukum tentunya sudah dipertimbangkan matang oleh Sutarman. Lagi pula jika dibiarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi Polri mulai di tingkat Polsek hingga Mabes Polri. Begitu pula terhadap anggota Polri. Menurutnya, jika masyarakat sudah menanamkan kebencian terhadap kepolisian akan berdampak negatif. Pasalnya, apapun yang dilakukan Polri sekalipun penegakkan hukum akan dilawan oleh masyarakat.

“Saya katakan lagi, dampaknya sangat serius terhadap institusi Polri yang terus berbenah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Oleh karenanbya saya sangat menyayangkan oernyataan oleh seorang akademisi yang juga sebagai komisioner Kompolnas yang menurut saya tidak mengindahkan etika , tidak mendidik masyaraat dan melanggar Undang-Undang,” ujarnya.

Sebagai negara hukum, Kapolri akan melakukan upaya melalui jalur hukum. Sutarman tak segan memboyong ke meja hijau. Menurutnya, pihak yang menentukan bersalah tidaknya seseorang adalah pengadilan. Kendati demikian, Sutarman tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Dua Syarat
Sutarman menegaskan, pihaknya tak akan melanjutkan penyidikan sepanjang Adrianus memenuhi dua persyaratan.  Persyaratan pertama adalah, Adrianus mesti menyatakan permintaan maaf  secara terbuka melalui media  yang ada di Indonesia. Mulai media cetak maupun elektronik.

“Terutama, media yang digunakan memberikan statemen di masyarakat,” katanya.

Kedua, kata Sutarman, Adrianus mesti mencabut pernyataanya yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi Polri.  Menurutnya, upaya menempuh jalur hukum setelah Kompolnas melayangkan surat kepada Polri yang intinya agar dilakukan penegakkan hukum.

“Jadi kita melakukan penegakan hukum terhadap pak Adrianus sesuai saran kompolnas,” ujarnya.

Mantan Kabareskrim era Kapolri Jenderal Timur Pradopo itu menegaskan, jika saja Adrianus tidak memenuhi persyaratan yang disodorkan, Sutarman mengancam akan mempercepat penyidikan. Kendati demikian, Sutarman tidak memberikan batas waktu pemenuhan persyaratan tersebut. Pasalnya, proses penyidikan terus berjalan. Sejauh ini, sudah terdapat saksi dari pihak jurnalis.

Terkait permintaan pemenuhan syarat tersebut, Adrianus menegaskan akan melakukan rapat dengan seluruh komisoner. Menurutnya, kalau pun mencabut pernyataan tersebut, maka disimpulkan tak pernah ada pernyataan yang kini ramai menjadi pemberitaan. “Oleh karena itu kami akan rapat dulu untuk memutuskan,” ujarnya.

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) itu lebih jauh mengaku tak gentar jika Polri meneruskan penyidikan kasusnya. Apalagi, ia telah memenuhi panggilan penyidik menjalani pemeriksaan sebagai saksi tentunya.

“Yah kalau memang Polri meneruskan kasusnya, yah mau tidak mau (siap, red). Kan kami sduah membuat pertama memenuhi panggilan. Kedua sudah menyatakan maaf, permintaan maaf kepada Polri melalui televisi. Jika Polri meneruskan kasus ini, ya mau nggak mau akan kita hadapi,” ujarnya.

Dalam mengambil langkah hukum, Sutarman telah menghubungi Ketua Kompolnas Djoko Suyanto yang notabene Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). Menurutnya, dalam  sambungan telepon, Djoko Suyanto enggan mengomentari pernyataan Adrianus. Pasalnya, Djoko sedang mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhyono di Raja Ampat, Papua.

Sama halnya dengan Sutarman, pihak Kompolnas telah menghubungi Djoko. Sayangnya, kata Adrianus, Djoko belum bisa menemui anggota Kompolnas. Menurut Adrianus, pihak yang menghubungi adalah komisioner lainnya.

Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju, mengatakan tindakan Polri yang memproses hukum adalah hal berlebihan. Menurutnya, kritikan Adrianus mesti dinilai positif untuk melakukan pembenahan di internal Polri.

“Seharusnya bukan melaporkan Adrianus Meliala, namun segera melakukan pemeriksaan menyeluruh dan berbenah terhadap model penanganan kasus di kepolisian,” ujarnya kepada hukumonline.

Anggara berpandangan, tindakan laporan dugaan pencemaran nama baik terhadap badan publik tak perlu dilakukan Polri. Pasalnya, badan publik abstrak seperti kepolisian tidak memiliki kepentingan secara emosional untuk dijaga. Sebaliknya, badan umum maupun pejabat publik seharusnya membuka diri dan menerima kritik. Bahkan, lebih toleran terhadap kerasnya kritikan dari masyarakat.

“Bahwa tindakan Kapolri melaporkan Adrianus Meliala adalah tindakan yang mencederai demokrasi dan hak asasi manusia,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait