Lembaga Keuangan Asing Harus Berperan Kembangkan UMKM
Utama

Lembaga Keuangan Asing Harus Berperan Kembangkan UMKM

Khususnya dalam penyaluran kredit untuk memperkuat permodalan kepada UMKM. Pemerintah diminta bersikap tegas.

FAT
Bacaan 2 Menit
Ruang Banggar DPR. Foto: RES
Ruang Banggar DPR. Foto: RES
Pemerintah diminta bersikap tegas terhadap lembaga keuangan asing. terkait dengan kewajiban lembaga keuangan asing dalam memberikan kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya dalam memperkuat permodalan. Hal ini diutarakan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Iskan Qolba Lubis, saat rapat kerja dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI), di Komplek Parlemen di Jakarta, Kamis (22/1).

Menurut Iskan, lembaga keuangan seharusnya tetap memiliki peran dalam meningkatkan permodalan sektor UMKM. "Sekarang ini pemerintah seperti tidak berdaya oleh perusahaan-perusahaan asing," ujar politisi dari PKS itu.

Dia mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan maupun BI bisa bertindak tegas dengan berani mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mewajibkan lembaga keuangan asing untuk menggenjot penyaluran dan pembiayaan kredit ke UMKM. Hal ini dikarenakan pengembangan UMKM masih terkendala akses permodalan, sehingga sulit bersaing dengan perusahaan bermodal besar.

"Selama ini masyarakat sulit mengakses lembaga finansial," kata Iskan.

Salah satu alasan UMKM belum berkembang dengan baik adalah sulitnya akses lembaga keuangan. Iskan berharap pemerintah dapat bertindak tegas agar perkembangan sektor UMKM bisa lebih merata. Saat ini, kesenjangan untuk memperoleh permodalan antara UMKM dengan perusahaan besar sudah sangat lebar. Menurutnya, jika persoalan ini tidak diselesaikan dengan cepat maka kesenjangan akan semakin lebar.

"Jika ini tidak diselesaikan, maka gap antara usaha kecil dan perusahaan besar akan semakin lebar," tutur Iskan.

Sebelumnya, BI berencana memperkuat kebijakan keuangan inklusif dan UMKM. Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, penguatan kebijakan ini dilakukan untuk mendorong fungsi intermediasi dan efisiensi di industri perbankan sehingga berkontribusi pada penguatan stabilitas sistem keuangan.

Bahkan, kebijakan ini dipercaya dapat mendukung sistem pembayaran di Indonesia. Kedua kebijakan ini memiliki peran dalam mendorong intermediasi dan efisiensi perbankan sehingga berkontribusi pada penguatan stabilitas sistem keuangan dan mendukung kebijakan di bidang sistem pembayaran.

Setidaknya, kata Agus, ada lima strategi utama untuk mendorong kebijakan keuangan inklusif. Pertama, penguatan edukasi keuangan sebagai upaya mengubah perilaku pegelolaan keuangan. Penguatan edukasi ini diutamakan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Kedua, adanya peningkatan akses keuangan yang didukung penguatan infrastruktur sistem pembayaran, pemanfaatan tekonologi informasi dan inovasi serta jaringan unit ekonomi lokal. Kebijakan ketiga, adanya perlindungan konsumen untuk memastikan terjaganya hak-hak masyarakat ketika memanfaatkan akses keuangan dan sistem pembayaran.

Keempat, lanjut Agus, perlunya pengurangan informasi asimetris melalui penyediaan data profil keuangan masyarakat yang belum tersentuh perbankan dan data informasi komoditas. Terakhir, perlunya pengaturan yang diterbitkan dalam kerangka stabilitas sistem keuangan maupun rekomendasi kebijakan kepada otoritas terkait.

"Sedangkan untuk kebijakan UMKM pada prinsipnya menggunakan strategis yang sama dengan keuangan inklusif dan dilengkapi peningkatan kapasitas UMKM," tutup Agus.
Tags:

Berita Terkait