KY Tegaskan Tak Ganggu Independensi Hakim
Seleksi Pengangkatan Hakim:

KY Tegaskan Tak Ganggu Independensi Hakim

IKAHI berharap MK dapat memutuskan hanya MA yang berwenang melakukan SPH tanpa perlu melibatkan KY.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Taufiqurrahman Syahuri (kanan). Foto: Sgp
Taufiqurrahman Syahuri (kanan). Foto: Sgp
Komisi Yudisial (KY) menganggap keterlibatannya dalam seleksi pengangkatan hakim (SPH) sebagaimana diamanatkan tiga undang undang bidang peradilan sama sekali tidak mengganggu independensi hakim dalam mengadili dan memutus perkara. Sebab, sejak berdiri, KY sudah cukup teruji menjaring calon-calon hakim agung yang berintegritas dan berkualitas dengan sistem seleksi yang cukup komprehensif.

“Kalau soal indepedensi hakim dikaitkan dengan rekrutmen hakim tidak relevan. Sebab, hampir 50 persen hakim agung yang ada sekarang diusulkan oleh KY. Jadi, apa iya independensi mereka (para hakim) terganggu? Kerugian konstitusional ini yang seharusnya dibuktikan pemohon,” ujar Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri menanggapi uji materi tiga paket undang-undang peradilan oleh PP IKAHI di gedung KY Jakarta, Rabu (01/4).   

Sebelumnya, PP IKAHI mempersoalkan aturan yang memberi wewenang KY untuk terlibat dalam SPH bersama MA di tiga lingkungan peradilan melalui uji materi ke MK. IKAHI memohon pengujian Pasal 14A ayat (2), (3) UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2), (3) UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan Pasal 14A ayat (2), (3) UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

IKAHI mengganggap kewenangan KY dalam proses SPH mendegradasi peran IKAHI untuk menjaga kemerdekaan (independensi) yang dijamin Pasal 24 UUD 1945. Selain itu, Pasal 21 UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan organisasi, administrasi, dan finansial MA dan badan peradilan berada di bawah kekuasaan MA. Karenanya, pemohon  meminta agar keterlibatan KY dalam SPH dihapus dengan cara menghapus kata “bersama”  dan frasa “Komisi Yudisial” dalam pasal-pasal itu.  

Taufiq mengakui Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 hanya menyebut kewenangan KY untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung (ke DPR), bukan hakim. Meski begitu, kalau dibaca secara utuh pasal itu, KY sesungguhnya memiliki “wewenang lain” dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim ini. Salah satunya, keterlibatan KY dalam proses SPH bersama MA.  

“Arti menjaga perilaku hakim itu bisa dimulai melalui metode dan SPH untuk mendapatkan cikal bakal hakim yang sehat jasmani (cerdas) dan rohani (berintegritas). Kalau ‘bayi hakim’ sudah menginjak dewasa, KY dapat mendidiknya melalui Diklat berkelanjutan dan memberi imun (kebal) atau antisuap dan vitamin kecerdasan,” dalihnya.

“‎Itulah arti luas dari menjaga, sedang menegakan adalah menegakan kode etik dengan cara pengawasan dan penindakan jika melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).”

Menurutnya, UUD 1945 sendiri tidak menyebutkan secara spesifik kalau seleksi pengangkatan hakim ini hanya monopoli MA. Justru, keterlibatan KY dalamSPH bersama MA lantaran ada kewenangan KY mengusulkan calon hakim agung melalui seleksi dan dengan persetujuan DPR.

”Kalau ‘bapaknya’ (hakim agung) saja diusulkan oleh KY, ya ‘anak-anaknya’ (hakim) tentu boleh dong kalau politik hukum memilih seleksi pengangkatan hakim oleh KY dan MA. Jadi, sebenarnya KY yang lebih mendominasi seleksi pengangkatan hakim itu (ketimbang MA),” tegasnya.

Terlebih, lanjut Taufiq, saat ini draft Peraturan Bersama (Perba) yang telah disusun MA-KY terkait mekanisme seleksi pengangkatan hakim tinggal menunggu penandatanganan kedua lembaga. Jadi, adanya pengujian ketiga undang-undang peradilan oleh IKAHI ini justru sebagai langkah mundur dari komitmen yang telah disepakati MA dan KY sendiri. Ironisnya, salah satu pemohon yakni Suhadi yang ikut menyusun draft Peraturan Bersama MA-KY ini.

Lagipula, KY menganggap keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan hakim merupakan kebijakan politik hukum (open legal policy) pembuat undang-undang yang tidak bertentangan konstitusi. KY berharap DPR dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang harus memberi penjelasan secara sungguh-sungguh untuk menghadapi uji materi ini.

“Kita hanya menjalankan apa yang diamanatkan undang-undang, biarlah nanti masyarakat yang akan menilai. Nantinya, KY pasti akan memberi keterangan sebagai pihak terkait jika diperlukan dalam persidangan ini.”

Terpisah, Ketua I IKAHI Suhadi menegaskan Pasal 24 UUD 1945 mengamanatkan MA dan empat badan peradilan di bawahnya sebagai lembaga yang merdeka/independen. Karenanya, pihaknya berharap MK dapat memutuskan hanya MA yang berwenang melakukan SPH tanpa perlu melibatkan KY.

“Kenapa baru sekarang? karena baru sekarang dirasakan dampaknya, sejak lima tahun terakhir MA dan KY justru belum pernah melaksanakan rekrutmen hakim,” kata Suhadi saat dihubungi.
Tags:

Berita Terkait