LBH: Perhatikan Posisi Lansia dalam Hukum Pidana
Berita

LBH: Perhatikan Posisi Lansia dalam Hukum Pidana

Lansia masuk kelompok rentan.

ADY
Bacaan 2 Menit
LBH Jakarta. Foto: SGP
LBH Jakarta. Foto: SGP
LBH Jakarta menaruh perhatian pada posisi orang yang sudah lanjut usia (lansia) dalam penyusunan RUU KUHP dan RUU KUHAP. Lansia adalah kelompok masyarakat yang rentan ketika mereka berhadapan dengan hukum pidana. Apalagi jika posisi lansia adalah tersangka atau terdakwa.

Direktur LBH Jakarta, Febi Yonesta, meminta pembentuk Undang-Undang, khususnya penyusun revisi KUHAP dan KUHP menaruh perhatian lebih pada setiap kelompok rentan terutama lansia. Menurut pria yang biasa disapa Mayong itu, perlu ada perlakuan khusus bagi lansia, itu misalnya, memberi akses luas terhadap bantuan hukum dan pengesampingan perkara. Perlu selalu dibuka kemungkinan mengedepankan penyelesaian kasus di luar pengadilan jika melibatkan lansia sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana.

“Lansia masuk kelompok rentan, maka penerapan ketentuan pidana dalam revisi KUHAP dan KUHP harus memberi perhatian khusus terhadap lansia,” kata pria yang disapa Mayong itu dalam jumpa pers yang diselenggarakan LBH Jakarta, Jumat (24/4).

Mayong merasa prihatin atas kasus-kasus di pengadilan yang mendudukkan lansia di kursi pesakitan. Hakim menjatuhkan putusan tanpa melihat kemampuan fisik dan ekonomi lansia, misalnya untuk membayar denda. Kasus terakhir dialami Asyani, nenek yang dituding mencuri kayu. Nenek Asyani divonis 1 tahun penjara percobaan 18 bulan denda Rp500 juta subsider 1 hari kurungan.

Berdasarkan kasus-kasus yang diadvokasi LBH selama ini memperlihatkan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Orang miskin dan lansia dengan mudah menjadi objek permainan hukum, sebaliknya hukum tak berkuasa ketika menghadapi orang berpunya dan berkuasa.

Sanksi yang dijatuhkan kepada nenek Asyani menurut Mayong menimbulkan keprihatinan. Sebab, kondisi nenek Asyani yang miskin harus dijatuhi denda Rp500 juta. Jika denda itu tidak dibayar maka nenek Asyani dihukum kurungan satu hari.

Kepala bidang penanganan kasus LBH Jakarta, Muhammad Isnur, menilai hukuman yang dijatuhkan terhadap nenek Asyani tidak logis untuk dapat dilaksanakan. Menurutnya, itu terjadi karena hakim yang memutus perkara tidak mampu melihat kondisi nenek Asyani yang miskin dan rentan.

Bahkan Isnur menghitug denda yang dijatuhkan kepada nenek Asyani relatif lebih tinggi ketimbang koruptor. “Koruptor itu ada yang hanya dijatuhi denda Rp100-200 juta, tapi nenek Asyani didenda Rp500 juta,” ujarnya.

Isnur menyebut LBH Jakarta kerap menangani kasus seperti yang dialami nenek Asyani. Salah satunya kasus yang dialami seorang janda pahlawan kemerdekaan, Sutarti. Dia berhadapan dengan peradilan pidana karena dianggap mau menyerobot rumah dinas yang ditempati. Padahal, Sutarti ingin membeli rumah dinas itu seperti yang dilakukan rekannya sesama janda pahlawan.

Isnur berpendapat untuk menyelesaikan berbagai kasus yang menimpa kaum rentan itu tidak perlu melewati proses pengadilan yang panjang. Tapi, bisa diselesaikan secara cepat di luar pengadilan. Isnur mencatat setiap tahun LBH Jakarta rata-rata menerima 300 kasus pidana. Tahun 2014, ada 74 kasus pidana yang menimpa kaum rentan seperti orang miskin, lansia, anak dan perempuan.

Keprihatinan terhadap vonis yang dihatuhkan kepada nenek Asyani juga disampaikan seorang aktris, Atiqah Hasiholan. Menurutnya, kerugian negara yang ditimbulkan oleh koruptor lebih besar ketimbang pencurian kayu yang ditudingkan kepada nenek Asyani. Ia melihat nenek Asyani dianggap merugikan negara Rp4 juta. “Saya ironi melihat kasus ini, nenek Asyani dijatuhi hukuman karena dianggap merugikan negara Rp4 juta, lalu bagaimana dengan koruptor yang merugikan negara sampai triliunan?,” tukasnya.

Sebagai upaya membantu nenek Asyani, Atiqah menggalang dana bantuan. Ia melakukan kampanye salah satunya lewat media sosial. Ia melihat banyak orang di media sosial yang merespon positif untuk membantu nenek Asyani. Menurutnya, bantuan itu diperlukan untuk memberi dukungan moral terhadap nenek Asyani atas apa yang dialaminya.
Tags:

Berita Terkait