Pasal Ini Menghalangi Perantau Jadi Kades
Berita

Pasal Ini Menghalangi Perantau Jadi Kades

Gara-gara menghalangi warga desa perantau mencalonkan diri menjadi kades, UU Desa akhirnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi.

ASH
Bacaan 2 Menit
Pasal Ini Menghalangi Perantau Jadi Kades
Hukumonline
Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) akhirnya mempersoalkan salah satu syarat pencalonan kepala desa dan perangkat desa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka memohon pengujian Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf a dan c  UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal-pasal ini mengharuskan calon kepala desa berdomisili minimal setahun di desa yang bersangkutan dan berpendidikan minimal sekolah menengah umum (SMU).

Kedua persyaratan itu dianggap diskriminatif karena telah menutup kesempatan para pemohon berkontribusi menjadi kepala desa atau perangkat desa. Sebab, sebagian besar anggota pengurus APDESI di wilayah provinsi Lampung masih banyak yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SLTP) dan bermigrasi atau merantau ke daerah lain untuk mengembangkan diri.

“Berlakunya kedua pasal itu telah merugikan pengurus APDESI yang hendak mencalonkan diri sebagai calon kepala desa dan perangkat desa,” ujar kuasa hukum pemohon, Gunawan Raka, dalam sidang perbaikan yang diketuai Maria Farida Indrati di ruang sidang MK, Rabu (18/11). Maria didampingi Suhartoyo dan Aswanto sebagai anggota majelis panel.

Pasal 33 huruf g UU Desa menyebutkan calon kepala desa harus terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat sekurangnya 1 tahun sebelum pendaftaran. Sedangkan Pasal 50 ayat (1) huruf a dan c menyebutkan perangkat desa diangkat dari warga Desa yang berpendidikan minimal SMU atau sederajat dan terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa setempat sekurangnya 1 tahun sebelum pendaftaran.

Gunawan mengungkapkan salah satu pemohon prinsipal, M. Syahrudin, digugurkan pencalonannya sebagai kepala desa lantaran belum setahun tinggal di Desa Bumi Agung, Lampung Utara. “Dia warga Bumi Agung dan tahu betul kondisi wilayah tersebut. Digugurkan pencalonannya sebagai kepala desa karena domisilinya belum setahun,” ungkap Gunawan dalam persidangan.

Pengacara para pemohon ini melanjutkan faktanya banyak penduduk daerah termasuk pemohon yang bermigrasi atau merantau ke daerah lain untuk mengembangkan diri. Penduduk yang bermigrasi suatu saat akan kembali lagi ke kampung halaman untuk berkarya dan membangun desanya melalui pencalonannya sebagai kepala atau perangkat desa. Namun, hak pemohon terhalangi oleh kedua syarat pencalonan dalam UU Desa.

Menurutnya, berlakunya kedua syarat itu telah menghambat hak politik penduduk daerah yang telah merantau keluar daerah kemudian kembali lagi ke daerah asalnya untuk mencalonkan diri sebagai kepala atau perangkat desa. “Karena itu, kita minta Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf a dan c UU Desa bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat,” harapnya.

Ketua Majelis Panel Maria Farida Indrati mengingatkan kelanjutan proses persidangan permohonan ini ditentukan hasil rapat permusyawaratan hakim (RPH). “Apakah nanti permohonan ini dilanjutkan ke tahap sidang pleno menunggu hasil RPH. Nanti, Saudara akan diberitahukan secepatnya. Kalau akhirnya sidang ini dilanjutkan ke sidang pleno,  Saudara bisa mempersiapkan saksi atau ahli,” kata Maria sebelum menutup persidangan.

Meski begitu, Gunawan menegaskan pihaknya tidak akan menghadirkan saksi atau ahli. Selanjutnya, para pemohon menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis MK untuk memutus pengujian UU Desa ini. “Dari awal kita jelaskan tidak ada saksi atau ahli, kita hanya ajukan bukti-bukti tertulis, seperti AD/ART,” katanya.
Tags:

Berita Terkait