IDI Tolak Kebiri, Kejagung: Kita Koordinasi dengan Menkes
Berita

IDI Tolak Kebiri, Kejagung: Kita Koordinasi dengan Menkes

Kejagung yakin tak semua dokter akan menolak perintah peraturan perundang-undangan.

ANT
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung M Prasetyo. Foto: RES
Jaksa Agung M Prasetyo. Foto: RES
Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak mempermasalahkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual karena akan berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes). Ia yakin, persoalan ini telah dipikirkan sebelumnya oleh Kementerian Kesehatan.

"IDI itu kan koordinasi profesi saja, kita tentunya koordinasi dengan Menteri Kesehatan, saya pikir Menkes sudah tahu apa yang mereka lakukan," kata Jaksa Agung M Prasetyo di Jakarta, Jumat (11/6).

Ia juga berpikir tidak semua dokter akan menolak perintah Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurutnya, masalah hukuman tambahan merupakan hal penting yang patut dipahami dalam melaksanakan undang-undang.

Dalam Perppu juga diatur mengenai hukuman tambahan seperti pemasangan chip, publikasi. Prasetyo yakin, hukuman tambahan ini tepat diterapkan. "Ini mendesak dan darurat dimana ada kekosongan hukuman, makanya dikeluarkan Perppu," kata Prasetyo.

Ia mengingatkan bagi yang menolak hukuman kebiri itu jangan hanya melihat dari sisi pelakunya saja, namun juga harus memikirkan para korbannya. “Tentunya penerbitan Perppu itu ada latar belakang penyebabnya karena kejahatan seksual sudah masif dan luar biasa,” katanya.

Terlebih lagi, kata dia, kejadian kejahatan seksual itu sudah terjadi berulang kali baik dilakukan oleh anak-anak maupun orang dewasa. "Masak kita biarkan begitu saja," tegasnya.

Pelaksanaannya sendiri, ia menjelaskan akan diumumkan sejak Presiden Joko Widodo menandatangani Perppu tersebut. “Kita inginkan dengan adanya kebiri bisa memberikan dampak prefensi dan orang lain yang akan melakukan begitu akan berpikir seribu kali,” katanya.

Sebelumnya, IDI mengancam dokter yang menjadi eksekutor kebiri akan dipecat. Ketua Umum IDI, Ilham Oetama Marsis, mengaku telah meminta fatwa kepada Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK) terkait wacana yang berkembang di masyarakat seolah-olah eksekutor sanksi kebiri kimia sudah pasti dokter. MKEK menerbitkan fatwa yang intinya agar dokter tidak menjadi eksekutor sanksi kebiri kimia.

Oetama mengatakan,organisasi yang dipimpinnya akan menyebarkan fatwa itu kepada seluruh dokter di Indonesia agar dilaksanakan. Secara organisasi IDI mendukung penghukuman berat terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak. Namun, dokter tidak akan menjadi pihak yang melakukan eksekusi kebiri kimia kepada pelaku karena itu bertentangan dengan etik dan disiplin profesi kedokteran yang berlaku internasional.

IDI mendorong keterlibatan dokter dalam rehabilitasi korban dan pelaku. Itu harus menjadi prioritas guna mencegah dampak buruk trauma fisik dan psikis yang dialami. Rehabilitasi terhadap pelaku dibutuhkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Proses rehabilitasi ini membutuhkan penanganan komprehensif dan melibatkan banyak disiplin ilmu. “Dalam kode etik kedokteran, tugas seorang dokter itu menyembuhkan pasien, bukan melakukan penghukuman yang membuat pasien menderita. Tindakan kebiri itu bertentangan dengan kode etik kedokteran,” kata Oetama.
Tags:

Berita Terkait