Ditjen Pajak Siap Panggil Google untuk Klarifikasi Data Penghasilan
Berita

Ditjen Pajak Siap Panggil Google untuk Klarifikasi Data Penghasilan

Setiap perusahaan yang beroperasi dan memperoleh penghasilan di Indonesia, wajib memenuhi ketentuan perpajakan dan memberikan kontribusi berupa setoran pajak kepada kas negara.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
 Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi (kacamata hitam). Foto: RES
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi (kacamata hitam). Foto: RES
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi memastikan pihaknya siap memanggil perwakilan Google untuk klarifikasi data laporan penghasilan yang diperoleh dari Indonesia. "Saya yang punya data, minta penjelasan sama dia, benar atau tidak (datanya)," kata Ken di Jakarta, Rabu (18/1).

Ken tidak menyebutkan secara jelas waktu pemanggilan tersebut, namun agenda itu dilakukan karena selama ini Google selalu berkelit apabila otoritas pajak meminta data file elektronik terkait pendapatan yang diterima dari iklan.

Untuk itu, ia mengharapkan Google mau memenuhi undangan dari DJP tersebut, agar proses pemungutan pajak penghasilan yang selama ini tertunda cukup lama, bisa terselesaikan dengan cepat. (Baca Juga: Menteri Sri Mulyani: Aktifitas Google di Indonesia itu Objek Pajak)

Ken juga memastikan setiap perusahaan yang beroperasi dan memperoleh penghasilan di Indonesia, wajib memenuhi ketentuan perpajakan dan memberikan kontribusi berupa setoran pajak kepada kas negara. "Semua harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kalau ketentuan sudah ada, saya tinggal menyesuaikan. Bukan saya memaksa terus mengancam," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan Google hingga saat ini belum menyerahkan laporan pembukuan tambahan terkait penghasilan yang diterima di Indonesia.

"Kita belum begitu percaya dengan statement mereka. Kita masih menunggu supporting document-nya. Karena banyak sumber penghasilan mereka, ada pay per click dan aplikasi lainnya," ujarnya. (Baca Juga: Pengamat Pajk Beberkan Dugaan Modus Google)

Selain itu, ia mempertanyakan keengganan Google yang tidak mau ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT), padahal perusahaan teknologi informasi asal AS ini memiliki server pendukung yang beroperasi di Indonesia. "Mereka ini punya server di Indonesia. Itu merupakan bukti fisik, karena definisi BUT mengharuskan adanya kehadiran fisik. Kita masih menggunakan ketentuan yang lama terkait hal itu," kata Haniv.

Menurut catatan DJP, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan dependent agent dari Google Asia Pacific Pte Ltd. di Singapura. (Baca Juga: 4 Tuntutan Komunikonten ke Pemerintah Soal Pajak Google)

Dengan demikian, menurut Pasal 2 Ayat (5) Huruf N Undang-Undang Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak penghasilan. Namun, Google menolak adanya pemeriksaan pajak lebih lanjut dari otoritas pajak Indonesia dan tidak mau adanya penetapan status sebagai BUT, padahal pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan.

Menkeu Sri Mulyani sendiri mempersilakan Google untuk menempuh jalur hukum terkait persoalan ini, yakni melalui mekanisme pengadilan pajak. Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak telah berupaya melaksanakan penegakan hukum sesuai peraturan peundangan yang berlaku. (Baca Juga: Sri Mulyani Persilakan Google Tempuh Langkah ke Pengadilan Pajak)
Tags:

Berita Terkait