Kemenkes Minta Isu Kesehatan Dikeluarkan dari RUU Pertembakauan
Berita

Kemenkes Minta Isu Kesehatan Dikeluarkan dari RUU Pertembakauan

YLKI meminta Presiden menolak RUU yang disodorkan DPR tersebut.

YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
ilustrasi rokok. Foto: Sgp
ilustrasi rokok. Foto: Sgp
Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), M Subuh, meminta hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan dikeluarkan dari Rancangan Undang-Undang Pertembakauan bila pembahasan RUU tersebut dilanjutkan.

"Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan lebih baik dikeluarkan sehingga RUU Pertembakauan betul-betul tidak bersinggungan dengan kesehatan," kata Subuh dalam sebuah diskusi bertema "RUU Pertembakauan: Seberapa Penting Untuk Masyarakat?" yang diadakan di Jakarta, Kamis (9/2).

Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, misalnya tentang kawasan tanpa rokok dan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat yang masih tercantum dalam RUU Pertembakauan. Subuh mencontohkan peraturan tentang kawasan tanpa rokok yang sudah diatur dalam peraturan lain, termasuk sejumlah peraturan daerah. RUU Pertembakauan mencantumkan aturan yang sepintas mirip, tetapi tidak sama. (Baca Juga: Masuknya RUU Pertembakauan ke Prolegnas Dinilai Tak Perhatikan Putusan MA)

"Di dalam naskah RUU Pertembakauan ada aturan tentang kawasan tanpa asap rokok, jadi yang dilarang hanya aktivitas merokok. Padahal dalam kawasan tanpa rokok, bukan hanya aktivitas merokoknya saja yang dilarang melainkan juga jual beli rokok," tuturnya.

Menurut Subuh, RUU Pertembakauan saat ini masih bersinggungan dengan kesehatan dan banyak aspek lainnya sehingga sensitif bagi banyak pihak. Yang sensitif karena merasa memiliki kepentingan bukan hanya Kementerian Kesehatan, tetapi juga kementerian lain.

"Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, misalnya, juga memiliki kepentingan terhadap RUU Pertembakauan," katanya. (Baca Juga: Melanggar Kawasan Tanpa Rokok? Siap-Siap Disidangkan)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga lantang menyuarakan penolakan terhadap RUU Pertembakauan. Bersama Indonesia Tobacco Control Network (ITCN) dan Komnas Pengendalian Tembakau, YLKI meminta dengan sangat agar Presiden menolak RUU yang disodorkan DPR tersebut.

Berikut beberapa alasan fundamental dari YLKI, mengapa Presiden Jokowi harus menolak RUU Pertembakauan tersebut:

1. RUU Pertembakauan adalah RUU sampah, karena secara substansi sudah tidak diperlukan lagi, sekalipun dengan klaim untuk melindungi petani tembakau. Musuh petani tembakau itu utamanya adalah industri rokok sendiri, cuaca yang tidak menentu, para tengkulak, dan impor tembakau. Bagaimana mungkin RUU Pertembakauan akan melindungi petani tembakau, sedangkan yang mendesain RUU tersebut adalah industri rokok?
2. RUU Pertembakauan adalah RUU yang secara diametral bertentangan dengan regulasi-regulasi lain yang sudah eksis, seperti UU tentang Cukai, UU Produk Pertanian dan Perlindungan Petani, UU Kesehatan, bahkan bertentangan dengan Konstitusi. RUU Pertembakauan adalah RUU yang cacat sejak dalam kandungan.
3. RUU Pertembakauan hanyalah cara licik industri rokok untuk melanggengkan dan bahkan meningkatkan produksinya hingga minimal 500 miliar batang per tahun. Maka yang akan menjadi korban pertama dan utama adalah anak-anak sebagai tumbal perokok baru, proses pemiskinan akan semakin akut karena terbukti konsumsi rokok, menurut BPS, telah memiskinkan masyarakat Indonesia;
4. Beban kesehatan akan meningkat tajam, karena prevalensi dari penyakit tidak menular akan semakin tinggi akibat konsumsi rokok tersebut. Padahal, sukses tidaknya sistem kesehatan nasional adalah upaya preventif dan promotif dari masyarakat, bukan upaya kuratif. RUU Pertembakauan adalah lonceng kematian bagi sistem jaminan kesehatan nasional dan ambruknya finansial BPJS;
5. RUU Pertembakauan adalah petaka yang amat memalukan dari sisi pergaulan internasional. Sebab ketika 90 persen negara di dunia secara serius menekan dan mengendalikan konsumsi tembakau/rokok, bangsa Indonesia justru ingin mendorong regulasi yang sebaliknya, dan disponsori industri rokok pula. RUU Pertembakauan adalah wujud nyata intervensi industri rokok multinasional yang akan menjadikan Indonesia sebagai negeri wabah nikotin.

“Demikian. Semoga Bapak Presiden bisa memotret dengan hati yang jernih,” kata Tulus Abadi dalam siaran pers.

Tak Berhubungan dengan Kesehatan
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR Taufiqulhadi mengatakan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan bertujuan untuk melindungi petani tembakau sehingga tidak berhubungan dengan isu kesehatan. (Baca juga: Kadishub DKI: Terminal Tidak Boleh Jual Rokok)

"Kalau mau mengendalikan tembakau, buat saja undang-undang lain, atau revisi undang-undang yang sudah ada," kata Taufiqulhadi.

Menurutnya, petani selama ini kesulitan karena harga tembakau terus menerus menurun. Di sisi lain, petani tidak memiliki nilai tawar dalam tata niaga tembakau karena industri rokok memiliki stok tembakau impor.

Karena itu, sebagai salah satu pengusul RUU Pertembakauan, Taufiqulhadi ingin memperjuangkan perlindungan petani tembakau dan membatasi tembakau impor. Dia menyebut penggunaan tembakau impor dalam industri rokok lebih banyak daripada tembakau lokal.

"Jadi ini bukan untuk kepentingan industri. Saat memperjuangkan pembatasan tembakau impor pun saya diprotes oleh industri rokok," tuturnya.

Menurut Taufiqulhadi, tembakau memang bukan tanaman utama yang ditanam petani, melainkan tanaman antara yang ditanam diantara masa tanam tanaman lain, misalnya padi. Meskipun hanya tanaman antara, dulu tembakau bisa menyejahterakan petani. Tidak sedikit petani yang bisa menyekolahkan anaknya dari bertani tembakau.

"Saya lahir dari keluarga besar petani tembakau. Setiap panen tembakau pasti berpesta. Sekarang tidak bisa lagi karena harga tembakau hancur. Sebagai anggota DPR yang didukung petani tembakau, saya berpikir salah satu cara melindungi mereka adalah melalui undang-undang," tuturnya.  

Tags:

Berita Terkait