Telah Terbit, Payung Hukum Pembentukan Otoritas Nasional Senjata Kimia
Berita

Telah Terbit, Payung Hukum Pembentukan Otoritas Nasional Senjata Kimia

Otoritas Nasional berkedudukan di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

YOZ
Bacaan 2 Menit
Penanganan aksi terorisme di Jakarta. Foto: RES
Penanganan aksi terorisme di Jakarta. Foto: RES
Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia, pada 22 Februari 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Otoritas Nasional Senjata Kimia.

Dikutip dari laman Setkab, Jumat (10/3), menurut Perpres tersebut, Otoritas Nasional Senjata Kimia yang selanjutnya disebut Otoritas Nasional dibentuk untuk mewakili Indonesia dalam memenuhi hak dan kewajiban sebagai salah satu Negara Pihak. “Otoritas Nasional berkedudukan di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian,” bunyi Pasal 2 ayat (2) Perpres tersebut.

Otoritas Nasional, menurut Perpres ini, diketuai oleh Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, dan mempunyai tugas sebagai koordinator dan penghubung pemerintah Indonesia dengan Organisasi Internasional dan/atau Negara Pihak, serta menyelenggarakan fungsi koordinasi dengan instansi pemerintah terkait. (Baca Juga: Forensik, Jalan untuk Mengungkap Kasus Pidana)

Pelaksanaan tugas sebagai koordinator sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan melalui kegiatan mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam: a. perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia; b. pelaksanaan verifikasi, bimbingan teknis, penyusunan bahan deklarasi dan/ atau inspeksi terhadap produksi, penyimpanan, pentransferan, dan penggunaan bahan kimia; dan c. pelaksanaan kerja sama dengan Organisasi Internasional dan/ atau Negara Pihak lainnya.

Sedangkan pelaksanaan tugas sebagai penghubung dilakukan melalui kegiatan: a. mewakili Indonesia sebagai Negara Pihak pada Konvensi; b. menyampaikan deklarasi kepada organisasi internasional; c. mendorong pemajuan pelaksanaan Konvensi di tingkat nasional serta kerja sama dengan Organisasi Internasional dan/atau Negara Pihak lainnya,  yang meliputi: 1. peningkatan kemampuan sumber daya manusia; 2. bantuan peralatan; 3. pengujian bahan kimia; 4. tanggap darurat dan perlindungan terhadap serangan senjata kimia; dan/atau 5. bentuk kerja sama lainnya. (Baca Juga: Polri Bisa Gunakan Perkap Senjata Kimia)

Menurut Perpres ini, Otoritas Nasional berwenang: a. menetapkan kebijakan nasional penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia; dan/atau b. memberikan rekomendasi kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan mengenai bahan kimia daftar yang dilarang untuk diekspor kepada suatu negara atau aktor non negara sebagai bagian dari kebijakan politik luar negeri Indonesia.

Susunan keanggotaan Otoritas Nasional, menurut Perpres ini, terdiri dari: a. Ketua; b.Wakil Ketua; c. Sekretaris; dan d. Anggota.  Keanggotaan sebagaimana dimaksudd dijabat secara ex-officio oleh pejabat instansi pemerintah terkait.

“Susunan keanggotaan sebagaimana dimaksud dan tugas keanggotaan ditetapkan dengan Keputusan Presiden,” bunyi Pasal 8 ayat (3) Perpres ini. (Baca Juga: Perkap Ancaman Senjata Kimia Tak Merujuk Peraturan Lebih Tinggi)

Dalam mendukung pelaksanaan operasional, menurut Perpres ini, Otoritas Nasional dibantu oleh Sekretariat Otoritas Nasional, yang dijabat secara ex officio dan berada di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

Sementara dalam rangka menjamin kelancaran pelaksanaan tugas Tim Inspeksi Internasional dalam melakukan verifikasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menurut Perpres ini, Otoritas Nasional menunjuk Tim Inspeksi Nasional untuk mendampingi Tim Inspeksi Internasional. Selain itu, untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Nasional, Ketua Otoritas Nasional dapat membentuk Kelompok Kerja.

Perpres ini menegaskan, Ketua Otoritas Nasional melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Presiden secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan sewaktu-waktu diperlukan.

Segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Nasional, menurut Perpres ini,  dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui anggaran kementerian yang  menyelenggarakan urusan  pemerintahan di bidang perindustrian. Selain pendanaan sebagaimana dimaksud. Otoritas Nasional dapat menerima pendanaan dari sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 24 Februari 2017 itu.

Susunan Organisasi
Menurut Keppres tersebut, susunan keanggotaan Otoritas Nasional Senjata Kimia adalah:  1. Ketua: Menteri Perindustri; 2. Wakil Ketua I: Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian; 3. Wakil Ketua II: Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri; dan 4.  Sekretaris: Direktur Industri Kimia Hulu Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian.

Adapun 5. Anggota adalah: a. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan; b. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; c. Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan; d. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan; e. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan; f. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan; g. Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia; h. Asisten Operasi Panglima TNI; i. Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); dan j. Deputi bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Badan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 4, yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 22 Februari 2017 itu.

Tags:

Berita Terkait