BPK Lakukan PDTT dalam Kasus Korupsi Pembelian Helikopter
Berita

BPK Lakukan PDTT dalam Kasus Korupsi Pembelian Helikopter

Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) tersebut dilakukan tidak hanya untuk kasus pengadaan Heli AW 101 saja, tapi seluruh pengadaan alutsista yang berisiko tinggi.

ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan akan melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) kasus dugaan korupsi dalam pengadaan helikopter militer Agusta Westland (AW) 101 yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp220 miliar. Anggota I BPK Agung Firman Sampurnamengatakan, BPK telah menyiapkan tim untuk melakukan PDTT tersebut.

"Untuk pengadaan di Kemhan dan TNI, dalam waktu dekat untuk langkah awal kami akan lakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Timnya sudah kami siapkan," katanya saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2016 pada 15 entitas pemeriksaan di lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (29/5).

Kendati demikian, lanjut Agung, PDTT tersebut dilakukan tidak hanya untuk kasus pengadaan Heli AW 101 saja. Tapi juga untuk seluruh pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang berdasarkan penilaian BPK berisiko tinggi."Kami akan siapkan rencana auditnya. Jadi bulan ini kami siapkan, selesai Ramadhan kita akan masuk untuk itu. Salah satu objek pemeriksaan kita adalah pengadaan Heli AW 101," katanya.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengumumkan tiga tersangka kasus korupsi dalam pengadaan helikopter militer Agusta Westland (AW) 101 yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp220 miliar di Gedung KPK pada akhir pekan lalu. Dari hasil pemeriksaan penyidik POM TNI, ditemukan alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan dan untuk sementara ditetapkan tiga tersangka militer.

(Baca: KPK-TNI Pastikan Tak Bentuk Tim Koneksi Tangani Dugaan Suap Proyek Bakamla)

Tersangka pertama adalah Marsma TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komiten (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa. Inisial FA digunakan untuk Marsekal Pertama TNI Fachri Adamy yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara. Sebelumnya ia merupakan Danlanud Iswahyudi Madiun (2015-2016), Kadisadaau (2016-2017) dan Kaskoopsau I (2017-2017).

Tersangka kedua adalah Letkol Admisitrasi BW pejabat pemegang kas atau pekas dan tersangka ketiga Pelda (Pembantu letnan dua) SS, staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tim POM TNI dan KPK terhadap enam saksi dari TNI dan tujuh warga sipil/nonmiliter.

Penyidik POM TNI juga sudah memblokir rekening atas nama PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp139 miliar. PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan jasa peralatan militer nonsenjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP").

Sebelumnya, KPK menyatakan akan segera menetapkan tersangka yang berasal dari pihak sipil dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter militer AgustaWestland (AW) 101 yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp220 miliartersebut.

"Kami di KPK sudah melakukan penyelidikan tapi belum meningkatkan menjadi peyiidikan. Dengan kerja sama dengan TNI, kami akan mengumpulkan fakta dan data dan menanyai banyak pihak," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Jumat (26/5).

(Baca: 17 Kasus Hukum yang Bikin ‘Geger’)

Agus menyampaikan hal tersebut bersama dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Satuan Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto, dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. "Tapi kalau melihat laporan dari teman-teman yang melakukan penyelidikan, salah satu yang kami tangkap laporan-laporan ini adalah semacam mark up, harusnya nilainya tidak sebesar itu tapi dalam kontrak melebihi dari yang dibeli," tambah Agus.

Ia mengatakan pengumuman tersangka dari pihak swasta itu masih menunggu pendalaman dari sejumlah penggeledahan yang dilakukan KPK di PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang. "Kenapa swasta kita masih menunggu? Karena masih mengumpulkan fakta dan data. Terus terang dua hari yang lalu kita melakukan penggeledahan dari POM TNI, kita dukung dengan penggeledahan di empat lokasi," ungkap Agus.

Lokasi pertama adalah kantor PT Diratama Jaya Mandiri di Sentul, kantor PT Diratama Jaya Mandiri di gedung Bidakara, rumah saksi dari pihak swasta di Bogor dan rumah seorang swasta di Sentul City."Jadi masih memerlukan pendalaman karena yang digeledah juga baru didapatkan untuk melanjutkan kasus ini," tambah Agus.
Tags:

Berita Terkait