MUI tak Ingin Fatwanya Disalahgunakan
Ajaran Sesat

MUI tak Ingin Fatwanya Disalahgunakan

Pemerintah harus bertindak tegas. Urusan ajaran sesat biarlah ditangani aparat penegak hukum.

Her
Bacaan 2 Menit
MUI tak Ingin Fatwanya Disalahgunakan
Hukumonline

 

Amidan menambahkan, anarkisme dan kekerasan dilarang dalam Islam meskipun itu untuk kepentingan agama. Jadi tidak boleh merusak. Dalam dakwah itu ada paradigmanya yaitu dengan hikmah dan mauidhah hasanah (teladan yang baik), tandasnya. Kekerasan yang dilawan dengan kekerasan tidak mungkin dapat menyelesaikan masalah.

 

MUI, imbuh Amidan, tidak perlu mengeluarkan fatwa yang melarang tindakan kekerasan terhadap penganut ajaran sesat. Larangan seperti itu menurutnya sudah tercantum di Al-Quran maupun Hadis. Meski demikian, MUI selalu memberi tausiyah agar umat Islam tidak anarkis.

 

Kurang tegas

Amidan menuding pemerintah kurang tegas dalam menangani persoalan ajaran sesat. Bahkan, kerapkali ia menjumpai polisi ketakutan menghadapi kelompok Islam tertentu yang bertindak anarkis.

 

Ia menghimbau aparat penegak hukum tidak ragu-ragu mengambil keputusan. Setiap kali mereka melakukan kekerasan dan itu bertentangan dengan Undang-undang, bisa diproses secara hukum. Itu yang tidak dilakukan oleh pemerintah, ungkapnya. Terhadap kelompok yang tertuding penganut ajaran sesat, Amidan berharap masyarakat menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

 

Sekedar berkaca benggala, Kejaksaan Agung pernah menjadi lembaga yang sangat tegas dalam menangani persoalan ajaran sesat. Pada 1971, misalnya, Jaksa Agung pernah melarang eksistensi kelompok Islam Jama'ah atau sekarang dikenal dengan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

 

Saat itu Jaksa Agung Soegiharto mengeluarkan SK No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang pelarangan terhadap ajaran-ajaran Darul Hadits dan Islam Jama'ah yang bersifat atau berajaran serupa. Tak hanya melarang Islam Jama'ah, Jaksa Agung juga melarang semua ajaran yang bertentangan dengan agama atau menodai ajaran agama. SK tersebut mulai berlaku sejak 29 Oktober 1971. Berarti, tak lama lagi SK tersebut berusia 36 tahun. Meski demikian, Jama'ah Islamiah atau LDII ternyata masih harus menanggung ‘kutukan' SK tersebut. Pada 19 September lalu, misalnya, sebuah mushala LDII di Kabupaten Jember, Jawa Timur menjadi sasaran amuk massa.

 

Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu ajaran sesat atau tidak, harus melalui rapat koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan dan Keagamaan (Pakem). Kalau rapat Pakem sudah memutuskan sesat baru Kejaksaan Agung bisa melarang.

 

Kekerasan terhadap kelompok yang diduga menganut ajaran sesat kian marak saja akhir-akhir ini. Biasanya, para pelaku tindak kekerasan berdalih hendak memurnikan ajaran Islam. Mereka mendapatkan pembenaran dari KUHP yang melarang tindakan penodaan agama.

 

Di samping itu, mereka juga menjadikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai rujukan. Temuan Komnas HAM mengenai kekerasan terhadap penganut Ahmadiyah, Januari silam, menunjukkan hal itu. Dalam laporannya, Komnas HAM menyatakan MUI berperan langsung dalam membentuk sikap intoleran dan kebencian. Komnas HAM menyimpulkan, pangkal kekerasan itu ialah fatwa MUI.

 

MUI memang beberapa kali mengeluarkan fatwa tentang sesatnya suatu ajaran agama atau keyakinan. Lembaga yang berpusat di masjid Istiqlal ini juga pernah membuat fatwa tentang haramnya liberalisme, sekularisme, dan pluralisme. Terakhir, awal Oktober lalu, Ketua Dewan Fatwa MUI Ma'ruf Amin mengeluarkan fatwa mengenai sesatnya ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Ajaran ini memiliki penganut di Sumatera dan Jawa.

 

Tak hanya MUI Pusat yang mengeluarkan fatwa tentang sesatnya suatu ajaran, MUI daerah pun menempuh langkah serupa. Contohnya adalah MUI Provinsi Banten. Pada pertengahan Mei lalu lembaga ini merilis fatwa bahwa ajaran yang mengatasnamakan Islam Sejati adalah ajaran sesat yang mengatasnamakan Islam, karena ajarannya tidak sesuai dengan Al-Quran dan Hadis.

 

Meski fatwa-fatwa itu kerap dijadikan legitimasi untuk tindakan kekerasan, Ketua MUI Amidan membantah pendapat bahwa fatwa MUI telah disalahgunakan kelompok tertentu. Mereka jalan sendiri. Kita tidak tahu itu. Tapi kita tidak mentolerir kalau ada orang menyalahgunakan fatwa MUI, ujarnya kepada hukumonline di arena Sharia Expo di Jakarta, Kamis (25/10) kemarin.

Tags: