3 Menteri Teken Aturan Bersama Perangi Ponsel Ilegal
Berita

3 Menteri Teken Aturan Bersama Perangi Ponsel Ilegal

Industri elektronika khususnya produsen ponsel, komputer, dan tablet diharapkan dapat terus tumbuh di dalam negeri, serta memacu produksi nasional sehingga bisa mengurangi produk impor.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Urgensi dari pemberlakuan regulasi ini juga karena saat ini perkiraan jumlah ponsel ilegal yang beredar di dalam negeri sejumlah 9-10 juta unit per tahun. Bagi industri, dikhawatirkan akan berdampak hilangnya lapangan pekerjaan serta terjadi depresiasi pabrik dan komponen lokal bernilai 10% dari biaya langsung produksi atau setara Rp2,25 triliun. Sedangkan potensi kerugian penerimaan negara dari pajak sebesar Rp2,81 triliun per tahun.

 

Menperin menerangkan, peraturan yang ditandatangani bersama telah dibahas cukup lama secara komprehensif oleh para pemangku kepentingan terkait. “Peluncuran peraturan ini dilakukan karena secara sistem sudah sangat siap. Sistem ini akan mengecek data, dan untuk datanya ada di Kemenperin. Yang sudah masuk ke kami sudah ada lebih dari 1,4 miliar data IMEI,” paparnya.

 

Lebih lanjut, peraturan tersebut akan berlaku pada enam bulan ke depan sejak tanggal ditandatangani. “Sistem ini aman dan tidak akan menggangu bagi para pedagang dan pengguna, baik itu yang beli dari dalam maupun luar negeri, kecuali yang beli di black market. Karena tujuannya adalah memerangi produk ilegal. Sebab, regulasi yang ada saat ini bea masuknya nol. Kami ingin menciptakan persaingan yang sehat,” tegas Airlangga.

 

(Baca: Baru Sebulan Beli iPad tapi Sudah Blank, Konsumen Gugat Apple)

 

Hal senada disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, penerapan aturan ini tidak akan mengganggu pengusaha, pedagang ponsel dan barang elektronik legal dan yang membayar pajak. Enggar meminta pengusaha untuk mengubah pola pikir, bahwa pajak bukan hal yang harus dijadikan beban karena memang itu adalah kewajiban.

 

“Dalam rangka mengamankan ini semua, kita di Kemendag mengatur hal yang lebih teknis, dengan mensyaratkan buku pedoman dalam Bahasa Indonesia. Kalau tidak ada label dan pedoman dalam Bahasa Indonesia maka patut dicurigai sebagai barang black market, meskipun ujungnya adalah pada pendaftaran IMEI itu sendiri (pengecekan keasliannya),” ungkapnya.

 

Sementara itu, Menkominfo Rudiantara menegaskan, bahwa pengguna ponsel tak perlu khawatir dengan adanya peraturan IMEI. “Tidak ada perubahan di sisi pelanggan. Setelah 6 bulan, kemungkinan akan ada,” ujarnya.

 

Rudiantara menjelaskan, sebelum aturan berlaku, berbagai pihak agar dapat turut menyosialisasikan aturan IMEI dan mengintegrasikan sistem, baik yang ada di operator seluler, kementerian dan sistem IMEI internasional di Asosiasi Sistem Global untuk Komunikasi Bergerak (GSMA).

Tags:

Berita Terkait