3 Peristiwa Menarik dalam Episode Sidang Sengketa Pilpres di MK
Berita

3 Peristiwa Menarik dalam Episode Sidang Sengketa Pilpres di MK

Perdebatan yang disajikan tidak hanya sampai menyentuh aspek-aspek teknis tapi juga sangat filosofis.

Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Tidak terbatas hanya pada proses penghitungan suara saja tetapi seluruh tahapan, khususnya jika ada kecurangan pemilu (electoral fraud) yang sifatnya TSM, karena bisa menciderai asas-asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. “Pendekatan substantive justice akan menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari potensi kehancuran akibat kecurangan dan ketidakadilan yang terjadi dari pelaksanaan pemilu.”

 

Di sisi lain, secara substansial, penjelasan ahli dari Pihak Terkait (paslon nomor urut 01) menjawab argumentasi pendekatan progresif yang digunakan oleh Pemohon. Misalnya terkait pemaknaan Pasal 24C, ahli dari pihak, Edward O.S Hiariej yang menjelaskan makna dari Pasal 24C menggunakan interpretasi gramatikal sehingga seharusnya Pemohon membangun argumentasi permohonannya berkaitan dengan hasil perhitungan suara saja.

 

Guru Besar Hukum Pidana itu menafsirkan kata ‘perselisihan’ dalam Pasal 24C sebagai selisih suara bukan tentang sengketa proses Pemilu. Oleh karena itu, ahli menilai kuasa hukum Pemohon tidak hendak menyoal tentang hasil perhitungan suara saja yang merupakan kewenangan MK. Dengan mempersoalkan proses penyelenggaraan Pemilu, ahli menilai Pemohon justu mempersoalkan hal lain di luar kewenangan MK. Ahli berpendapat pendekatan Pemohon tidak sesuai.

 

“Kuasa Hukum Pemohon secara implisit mengakui tidak ada kesalahan dalam perhitungan atau rekapitulasi Pemilihan Presiden yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum,” ujar akademisi dari UGM Yogyakarta itu. (Baca: Benturan Aliran Hukum dalam Sengketa Pilpres)

 

  1. Beban Pembuktian

Terkait beban Pembuktian, Pemohon mendalilkan dalam sengketa PHPU Pilpres kali ini tidak hanya dibebankan kepada Pemohon, akan tetapi juga dibebankan kepada MK. MK diminta memanggil saksi dan para ahli untuk hadir ke persidangan mengenai kecurangan Pemilu serta meminta Mahkamah untuk menyiapkan sistem perlindungan saksi.

 

Saat membacakan jawaban, Kuasa Hukum KPU, Ali Nurdin menyebutkan bahwa dalil Pemohon yang menyatakan beban pembuktian tidak hanya dibebankan kepada Pemohon akan tetapi juga dibebankan kepada Mahkamah adalah dalil yang tidak berdasar karena merupakan prinsip yang bersifat universal, siapa yang mendalilkan maka dialah yang harus membuktikan. Ia menyinggung asas hukum Actori Incumbit Onus Probandi.

 

Dalam konteks sengketa ini, pemohon menuduh berbagai jenis pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Pihak Terkait dan/atau kecurangan yang dilakukan oleh Termohon. Menurut Ali Nurdin, membebankan pembuktian kepada MK, termasuk memanggil saksi-saksi, merupakan pelanggaran asas-asas peradilan cepat, murah dan sederhana. Dengan demikian dalil Pemohon mengenai hal ini tidak beralasan dan oleh karenanya haruslah ditolak.

Tags:

Berita Terkait