Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana merevisi Peraturan Daerah DKI Jakarta No.2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik, mengatakan pihaknya telah menerima usulan perubahan Perda DKI tersebut. Dokumen yang diusulkan itu siap dibahas Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) dan ditargetkan selesai 29 Juli 2021.
“Bapemperda DPRD DKI bersama eksekutif terkait segera mencermati dan menyampaikan hasilnya pada Paripurna, Kamis 29 Juli 2020 pukul 10.00 WIB,” ujar Taufik dalam rapat paripurna di gedung DPRD DKI Jakarta sebagaimana dikutip laman dprd-dkijakartaprov.go.id, Rabu (21/7/2021) lalu. (Baca Juga: Mengintip Perbedaan Pengaturan PPKM Level 4 dan 3)
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan revisi perlu dilakukan untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan (prokes). Perda No.2 Tahun 2020 dinilai belum efektif karena data kasus terkonfirmasi positif semakin meningkat dan korban meninggal karena Covid-19 makin bertambah.
Riza menyebut sedikitnya 3 poin yang akan ditambahkan dalam revisi tersebut. Pertama, kolaborasi penegak hukum dengan aparatur sipil negara dalam melakukan penyidikan. Kedua, pemberian sanksi administratif sesuai standar operasional prosedur (SOP) oleh perangkat daerah. Ketiga, penjatuhan sanksi pidana bagi pelanggar prokes yang pelaksanaannya menekankan pada asas ultimum remedium.
Misalnya, pelanggar mengulangi kesalahan tidak memakai masker akan dikenakan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp500 ribu. Bagi pelaku usaha yang mengulangi pelanggaran prokes akan dikenakan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp50 juta.
“Pemidanaan juga tidak hanya untuk menjarakan pelaku, tetapi juga bertujuan untuk melindungi individu dari penularan Covid-19. Delik pidana dikonstruksikan untuk masyarakat yang melakukan pengulangan pelanggaran setelah yang bersangkutan sudah pernah mendapat sanksi administratif,” ujar Riza.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Urban Poor Consortium (UPC), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menolak rencana revisi itu. Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, mengatakan sedikitnya ada 4 catatan Koalisi terhadap rencana revisi itu.