4 Catatan LBH Jakarta Terkait Persetujuan Perppu Cipta Kerja jadi UU
Terbaru

4 Catatan LBH Jakarta Terkait Persetujuan Perppu Cipta Kerja jadi UU

Seperti pemerintah menempuh jalan pintas atas putusan MK, DPR gagal menguji pemenuhan syarat pembentukan Perppu, hingga persetujuan Perppu menjadi UU merupakan preseden buruk dalam menormalisasi status keadaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Direktur LBH Jakarta Citra Referendum. Foto: tangkapan layar zoom
Direktur LBH Jakarta Citra Referendum. Foto: tangkapan layar zoom

Persetujuan Peraturan Pemerinitah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU oleh DPR menuai penolakan dari organisasi masyarakat sipil. Tak hanya itu, kalangan fraksi partai di parlemen pun punya pandangan sama soal penolakan Perpp 2/2022 menjadi UU. Sepertihalnya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Citra Referandum, menilai pengesahan itu menegaskan DPR tidak berpihak terhadap aspirasi rakyat khususnya kalangan buruh. DPR tidak mempertimbangkan pemenuhan syarat penetapan Perppu secara objektif dan berbasis keilmuan (scientific).

Citra mencatat sedikitnya 4 hal terkait persetujuan Perppu 2/2022. Pertama, Presiden Joko Widodo memilih jalan pintas untuk memberlakukan kembali UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional dengan menetapkan Perppu Cipta Kerja yang muatan materinya identik (10 klaster). Terlihat juga dalam penjelasan umum dan Pasal 184 Perppu 2/2023 yang memberlakukan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja.

Kebijakan Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu melanggar konstitusi karena menghilangkan objek Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020. Yakni perbaikan terhadap pembentukan UU Cipta Kerja. Paling serius, Presiden dan DPR secara bermufakat mengulang masalah pembentukan UU yang cacat formil dengan tidak memberikan akses kepada masyarakat.

“Bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, dan tidak melaksanakan partisipasi publik yang bermakna,” kata Citra, Selasa (21/03/2023).

Baca juga:

Kedua, DPR gagal menguji pemenuhan syarat pembentukan Perppu oleh Presiden. Citra menilai Presiden dan DPR bermain-main dengan penafsiran dan pemenuhan syarat objektif ‘ikhwal kegentingan yang memaksa’ sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945. Kemudian putusan MK No.138/PUU-VII/2009 yang memberi pedoman pembentukan Perppu. Yakni kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait