5 Alasan YLBHI/LBH Ragukan Pernyataan Presiden Soal Pelanggaran HAM Berat
Terbaru

5 Alasan YLBHI/LBH Ragukan Pernyataan Presiden Soal Pelanggaran HAM Berat

Karena sikap pemerintah selama ini dinilai tidak serius dalam merespon berbagai kasus pelanggaran HAM. Pengakuan dan penyesalan tersebut harus dibuktikan secara konkrit melalui proses hukum, tindakan dan keputusan-keputusan strategis.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur. Foto: Istimewa
Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur. Foto: Istimewa

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengakui telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam berbagai peristiwa mendapat respon dari kalangan masyarakat sipil. YLBHI/LBH seluruh Indonesia khawatir pernyataan itu hanya ilusi dan berhenti sebagai retorika kosong yang terus diulang. Ketua YLBHI Muhammad Isnur mendesak pengakuan dan penyesalan itu dibuktikan secara konkrit melalui proses hukum, Tindakan, dan keputusan strategis.

Isnur melihat pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Tim PPHAM) adalah pencitraan pemerintahan Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya untuk seolah memenuhi janji politiknya. Pernyataan itu dinilai sebagai bagian dari langkah pemerintah untuk terus memberikan impunitas kepada pelaku pelanggaran HAM berat, terlebih menjelang Pemilu 2024.

Hal itu menurut Isnur dapat dilihat dalam 11 rekomendasi yang disampaikan oleh Tim PPHAM kepada Presiden, dimana tidak ada satupun yang menyebut dorongan pemerintah untuk akselerasi dan akuntabilitas penegakan hukum kasus-kasus pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM berat yang selama ini mangkrak di Kejaksaan Agung.

“Sejak awal, YLBHI dan 18 LBH menyoroti pembentukan Tim PPHAM yang tidak memiliki dasar hukum yang memadai. Pasal 47 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui ekstra yudisial harus dibentuk melalui Undang-Undang,” kata Isnur saat dikonfirmasi, Senin (16/1/2023).

Baca Juga:

Menurut Isnur, mekanisme penyelesaian non yudisial yang berdasarkan pada Keputusan Presiden patut dipertanyakan kekuatan hukumnya. Justru hal itu bertentangan atau melanggar UU. Isnur menyebut sedikitnya 5 alasan YLBHI/LBH meragukan pernyataan Presiden Jokowi soal pengakuan dan penyesalan terjadinya pelanggaran HAM berat.

Pertama, pemerintah melalui Jaksa Agung sampai saat ini tidak serius mengungkap dan meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan kemanusiaan melalui proses penyidikan yang independen, transparan, dan akuntabel oleh Kejaksaan Agung. Padahal 12 kasus pelanggaran HAM berat yang disebut Presiden Jokowi itu telah dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM.

Tags:

Berita Terkait