5 Catatan JRKN Untuk Reformasi Polri dan Kebijakan Narkotika
Terbaru

5 Catatan JRKN Untuk Reformasi Polri dan Kebijakan Narkotika

Persidangan Teddy Minahasa dan pihak terkait lainnya mengkonfirmasi pernyataan Freddy Budiman pada 2016 silam yang menyebut ada keterlibatan oknum aparat dalam peredaran narkotika.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Kedua, aparat koruptif jadi “pengaman” peredaran gelap. Sidang perkara TM, Rabu (15/03/2023) silam  L menerangkan TM meminta bayaran sejumlah Rp100 miliar untuk mengawal dan meloloskan sabu sebanyak 1 ton sabu dari Taiwan. Apa yang disampaikan L itu menegaskan informasi dari Freddy Budiman yang menyebutkan bahwa terdapat oknum aparat yang memberikan perlindungan kepadanya saat mengedarkan narkotika di Indonesia.

Pernyataan serupa antara keterangan L dan Freddy Budiman menurut Ma’ruf mengkonfirmasi praktik buruk penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum yang memberikan perlindungan terhadap pengedar narkotika. War on drug atau perang terhadap narkotika yang diusung pemerintah malah menyuburkan aparat yang koruptif. Padahal jika pemerintah mengendalikan ketat regulasi pasar narkotika, peredaran narkotika secara ilegal bisa ditekan.

Ketiga, penyelewengan barang bukti narkotika. Sidang yang digelar Kamis (16/03/2023) lalu TM menerangkan anggota polisi sudah biasa menyisihkan barang bukti narkotika untuk di hisap-hisap sendiri dan lain sebagainya. Selain itu, TM sendiri diduga memerintahkan anak buahnya, Kapolres Bukit Tinggi, D, untuk mengganti barang bukti sabu-sabu menjadi tawas.

Barang bukti yang disisihkan dari hasil pengungkapan kasus tersebut kemudian diduga akan dijual kembali oleh komplotan TM, sehingga TM dan komplotannya bisa mendapatkan keuntungan dari jual-beli tersebut. Dari fakta persidangan itu Ma’ruf melihat tata kelola kebijakan narkotika yang buruk berkelindan dengan peluang penyalahgunaan kewenangan yang tinggi.

Keempat, mal administrasi penanganan perkara narkotika. Ma’ruf berpendapat keinginan TM menjebak L menggunakan bawahannya, D karena L telah memberikan informasi yang salah kepada TM sehingga TM mengalami kerugian puluhan miliar rupiah. Penjebakan tersebut disinyalir akan dilakukan dengan metode undercover buying atau pembelian terselubung.

Ma’ruf menegaskan pasal 79 UU Narkotika telah mengatur bahwa teknik undercover buying harus disertai dengan surat izin pimpinan. Upaya TM menjebak L karena motif pribadi, jika dilakukan dengan metode pembelian terselubung maka tidak sesuai ketentuan pasal tersebut. Prosedur ini kerap diabaikan, tak dipahami aparat sekelas Kapolda.

Kelima, pimpinan polisi justru menghalangi pemeriksaan perkara (obstruction of justice). Dalam persidangan Rabu (01/03/2023), D menceritakan bahwa ia mendapatkan surat kecil dari TM.  Di hadapan Majelis Hakim, TM mengakui bahwa surat kecil tersebut merupakan tulisan tangannya sendiri. Isi surat tersebut memerintahkan agar D mencabut keterangan yang memberatkan TM, dan meminta kepada D untuk bergabung menjadi satu tim, serta ‘buang badan’ kepada orang lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait