5 Catatan Tim Advokasi Atas Vonis Bebas Pendiri Pasar Muamalah Depok
Utama

5 Catatan Tim Advokasi Atas Vonis Bebas Pendiri Pasar Muamalah Depok

Kegiatan Pasar Muamalah itu merupakan barter, bukan (transaksi) jual-beli seperti biasa, tapi tukar-menukar komoditas; pembayaran zakat mengunakan dinar dan dirham; dinar dan dirham tidak memenuhi ciri-ciri mata uang.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Belum lama ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok memutus bebas Terdakwa Zaim Saidi. Zaim Saidi merupakan pendiri “Pasar Muamalah” yang menggunakan jenis mata uang Arab yakni dinar dan dirham sebagai alat transaksi di pasar yang berlokasi di Beji, Depok, Jawa Barat.

Pada awal Februari 2021 lalu, Bareskrim Polri menjerat Pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 33 ayat (1) UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang mewajibkan setiap transaksi untuk tujuan pembayaran di Indonesia menggunakan mata uang Rupiah (Rp).  

Mengacu isi tuntutan yang dilansir laman sipp.pn-depok.go.id, Penuntut Umum Putri Dwi Astrini menuntut Zaim dengan dua pasal itu secara alternatif selama 1 tahun penjara. Salah satu dituntut sebagai orang yang melakukan perbuatan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah sebagaimana diatur Pasal 9 UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Seperti diketahui pasar yang dibangun Zaim itu menggunakan jenis mata uang Arab yakni dinar dan dirham sebagai alat transaksi pembayaran. Hal tersebut menuai polemik di masyarakat hingga akhirnya Zaim Saidi diadili di PN Depok.

Alhasil, melalui putusan bernomor 202/Pid.Sus/2021/PN Dpk tertanggal 12 Oktober 2021, Majelis Hakim PN Depok membebaskan Zaim Saidi dari semua dakwaan penuntut umum; memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan; memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya.     

“Menyatakan terdakwa Zaim Saidi tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama dan kedua,” demikian bunyi salah satu amar putusan sebagaimana dikutip dari laman http://sipp.pn-depok.go.id/, Jumat (15/10/2021). (Baca Juga: Begini Pengaturan Penggunaan Mata Uang Rupiah di Indonesia)

Anggota Tim Advokasi Zaim Saidi, Alghiffari Aqsa, mengapresiasi putusan PN Depok yang diputus Majelis Hakim yang diketuai Fausi. Dia mencatat ada 5 hal yang penting dicermati dalam pertimbangan hukum putusan tersebut. Pertama, kegiatan yang dilakukan “Pasar Muamalah” itu merupakan barter, bukan (transaksi) jual-beli seperti biasa, tapi tukar-menukar komoditas.

Kedua, pembayaran zakat mengunakan dinar dan dirham (emas atau perak). Ketiga, dinar dan dirham yang dipesan Zaim Saidi tidak memenuhi ciri-ciri mata uang sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang. Keempat, dinar dan dirham itu (dikenakan, red) membayar pajak, hal itu menegaskan kedua alat transaksi tersebut bukan mata uang.

“Kalau mata uang tidak dikenakan pajak, tapi dinar dan dirham ini dikenakan pajak karena kategorinya komoditas,” kata Alghiffari Aqsa dalam rilis Tim Advokasi Zaim Saidi yang disampaikan dalam konferensi pers secara daring, Jumat (15/10/2021).

Kelima, Alghiffari menjelaskan dinar dan dirham di pasar itu untuk penerimaan dan pembayaran zakat serta alat barter oleh masyarakat yang menerima zakat. Dia mengatakan penuntut umum masih menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan kasasi. Namun demikian, Tim Advokasi sudah menyiapkan langkah yang akan ditempuh jika penuntut umum mengajukan upaya hukum kasasi.

Meski Tim Advokasi sudah bersiap menghadapi upaya hukum penuntut umum, tapi Alghiffari berharap hal itu tidak terjadi karena Zaim Saidi bebas murni dan ini demi kepentingan publik yang lebih luas. “Kami harap mereka tidak melakukan kasasi,” lanjutnya.

Menurut Alghiffari, kegiatan pasar yang didirikan Zaim Saidi itu bisa dilanjutkan, tapi ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian. Mengingat persoalan ini tak hanya terkait dengan hukum, tapi juga sentimen terhadap simbol tertentu, maka perlu perlindungan dari stakeholders, seperti pemerintah dan lembaga amil zakat setempat.

Anggota Tim Advokasi Lainnya, Doddy Kurnia, mengatakan dinar dan dirham itu bukan mata uang asing karena ukuran yang digunakan didasarkan pada satuan berat. Untuk mencegah persepsi yang salah, dia menegaskan bahwa Zaim telah mengubah dinar dan dirham itu dalam bentuk emas dan perak (salah satu sebagai pembayaran zakat mal, red). 

Menurutnya, Pasar Muamalah yang didirikan Zaim itu dinilai tidak melanggar hukum dan tidak ada paksaan untuk bertransaksi menggunakan dirham di pasar tersebut. Bahkan dari fakta yang diungkap di persidangan transaksi di pasar tersebut 90 persen menggunakan mata uang rupiah dan dirham hanya 10 persen.

“Kami Tim Penasihat Hukum sangat mengapresiasi majelis hakim yang memeriksa perkara secara objektif, begitu juga penuntut umum yang menggali kebenaran materiil kasus ini,” kata Doddy.

Dalam kesempatan yang sama, Zaim Saidi mengatakan pemerintah telah mengatur pembayaran zakat bisa menggunakan emas dan perak. Jika PN Depok memutus perkara ini sebaliknya, maka bangsa Indonesia dirugikan karena di sejumlah daerah ada yang masih bertransaksi menggunakan emas dan perak.

“Dalam putusan tersebut jelas tidak ada pelanggaran hukum dalam kegiatan di Pasar Muamalah. Tapi kami menunggu sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewjisde),” katanya.

Tags:

Berita Terkait