6 Catatan Walhi Soal Ancaman Lingkungan Hidup di Labuan Bajo
Utama

6 Catatan Walhi Soal Ancaman Lingkungan Hidup di Labuan Bajo

Mulai dari peringatan yang diberikan badan PBB (UNESCO); akses air bersih; nelayan kesulitan menangkap ikan; kerusakan terumbu karang; praktik konservasi; UU Cipta Kerja; dan evaluasi terhadap kebijakan pariwisata.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI, Parid Ridwanuddin. Foto: ADY
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI, Parid Ridwanuddin. Foto: ADY

Belum lama ini, pelaku bisnis pariwisata kecil menengah di Labuan Bajo melakukan mogok sehingga menghentikan hampir seluruh kegiatan pariwisata di lokasi wisata yang masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas itu. Aksi mogok itu merupakan buntut dari rencana pemerintah menaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo menjadi Rp3,75 juta. Kenaikan tarif itu ditengarai bakal menurunkan jumlah kunjungan wisatawan sehingga berdampak terhadap geliat industri pariwisata lokal.

Penolakan kenaikan tarif itu tak hanya disuarakan pelaku bisnis pariwisata lokal dan masyarakat di Labuan Bajo tapi juga organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNP). Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI, Parid Ridwanuddin, mengatakan peristiwa yang terjadi di Labuan Bajo itu menunjukan “wajah asli” Proyek Strategis Nasional (PSN) atau KSPN yang diklaim pemerintah sebagai instrumen baru pembangunan ekonomi.

Parid mengingatkan proyek serupa di danau Toba dan Mandalika dimana terjadi penggusuran terhadap tanah masyarakat. “Ini wajah asli PSN atau KSPN. Pemerintah selama ini mengandalkan (pemasukan) dari industri ekstraktif, tapi sekarang pemerintah mendorong industri pariwisata skala besar,” kata Parid dalam konferensi pers, Jumat (5/8/2022) kemarin.

Baca Juga:

Parid membeberkan sedikitnya 6 catatan terkait KSPN Labuan Bajo. Pertama, pelapor khusus UNESCO yang merupakan salah satu badan PBB pada Desember 2021 menilai pemerintah Indonesia tidak transparan dalam melaksanakan proyek pariwisata di Labuan Bajo. Badan PBB yang mengurusi soal pendidikan, keilmuan, dan budaya itu khawatir proyek tersebut berdampak negatif terhadap Labuan Bajo, khususnya habitat Komodo. UNESCO juga memberi catatan terhadap minimnya analisis soal amdal.

Kedua, Parid menyebut tahun 2019 bersama Kruha menemukan fasilitas pariwisata di Labuan Bajo, seperti hotel yang jumlahnya sekitar 50 unit mendapat keistimewaan dalam mengakses air bersih ketimbang warga. Tercatat debit air yang mengalir ke hotel sebanyak 40 liter per detik, sementara air yang mengalir ke rumah warga hanya 18 liter per detik.

“Ada ketidakadilan soal akses air. Bahkan di pulau Papagarang warga harus menunggu 2 pekan untuk mendapat pasokan air yang dirikirm dari daratan,” ujarnya.

Ketiga, nelayan di Labuan Bajo kerap kesulitan menangkap ikan di wilayah yang masuk area inti konservasi. Tapi pada saat yang sama kapal pariwisata yang mengangkut wisatawan bisa masuk ke area tersebut untuk mengambil gambar. Parid juga mempertanyakan kemana kapal pariwisata itu membuang limbah? Keempat, Walhi mengantongi sejumlah foto kerusakan terumbu karang yang berkaitan erat dengan industri pariwisata berskala besar yang saat ini didorong di Labuan Bajo.

Kelima, Parid mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengevaluasi praktik konservasi yang selama ini berlangsung di Taman Nasional Komodo. Dia menyebut praktik konservasi yang dilakukan terbukti memberi karpet merah bagi industri pariwisata skala besar.

Keenam, UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menurut Parid perlu dicermati kembali karena ada ketentuan yang membolehkan kawasan inti konservasi diubah menjadi kawasan eksploitasi dalam rangka kepentingan PSN. “Sejumlah peraturan turunan UU Cipta Kerja juga mengatur perubahan kawasan konservasi untuk eksploitasi PSN,” tegasnya.

Terakhir, Parid mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi dan menghentikan PSN yang terbukti menghancurkan ekosistem kawasan penting bagi masyarakat, termasuk di Labuan Bajo. Izin perusahaan pariwisata skala besar di Labuan Bajo juga harus dievaluasi dan dicabut.

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, meminta seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, untuk dapat menahan diri dan mengedepankan dialog dalam menyelesaikan persoalan terkait pengembangan sektor parekraf.

Sebagaimana diketahui rencana kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo diprotes banyak kalangan. Bahkan sebagian pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif melakukan aksi mogok. “Terkait rencana mogok, saya mengimbau semua pelaku pariwisata ekonomi kreatif untuk menahan diri, tetap utamakan dialog secara transparan, terbuka, dengan hati yang sejuk dengan pikiran yang tenang. Mari sama-sama kita duduk bersama cari solusi, kita membuka ruang itu dan kita akan pastikan tidak akan ada efek-efek negatif," katanya sebagaimana dikutip laman kemenparekraf.go.id, Senin (1/8/2022) lalu.

Tags:

Berita Terkait