Jatam: Desain Pariwisata Labuan Bajo Tidak untuk Kesejahteraan Masyarakat Lokal
Terbaru

Jatam: Desain Pariwisata Labuan Bajo Tidak untuk Kesejahteraan Masyarakat Lokal

Bisa dilihat dari pengembangan pariwisata yang dilakukan sekarang bergeser dari berbasis masyarakat menjadi industri skala besar.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Koordinator Jatam, Melky Nahar. Foto: ADY
Koordinator Jatam, Melky Nahar. Foto: ADY

Rencana kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo menjadi Rp3,75 juta menuai polemik publik. Pelaku pariwisata lokal telah melakukan aksi mogok sebagai bentuk protes atas rencana tersebut. Penolakan juga disuarakan kalangan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), salah satunya Jatam.

Koordinator Jatam, Melky Nahar, mengatakan sejak awal desain Labuan Bajo sebagai salah satu lokasi pariwisata tidak ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Masyarakat lokal bukan pemain utama dalam mengembangkan pariwisata di Labuan Bajo. “Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat beralih menjadi industri skala besar dan yang berkepentingan adalah pengusaha atau pebisnis yang punya kaitan politik dengan kekuasaan di Jakarta,” kata Melky Nahar dalam konferensi pers, Jumat (5/8/2022) kemarin.

Baca Juga:

Sejak ditetapkan sebagai wilayah konservasi warga pulau Komodo sejak awal sudah direlokasi, dilarang berburu, bertani, sehingga beralih profesi menjadi nelayan. Periode 1990-an area konservasi diperluas sampai laut, lag-lagi warga lokal dipaksa untuk beralih profesi. Kali ini bekerja di sektor hilir pariwisata seperti pekerja hotel dan pemandu wisata. “Model pengembangan pariwisata ini tidak didesain untuk menjadikan warga sejahtera,” ujarnya.

Ketika Presiden Jokowi mendorong adanya 10 Bali baru, dimana salah satunya adalah Labuan Bajo. Melky melihat arah kebijakan itu membuat warga banyak yang dikorbankan. Tak hanya masyarakat Labuan Bajo, tapi juga sekitarnya seperti daerah Wae Sano yang rencananya bakal dibangun geothermal untuk memenuhi kebutuhan energi di Labuan Bajo. Masyarakat Wae Sano menolak wilayahnya akan digunakan sebagai tambang panas bumi.

“Jadi pengembangan pariwisata super premium Labuan Bajo ini menjadi perluasan pencaplokan lahan warga,” tudingnya.

Menurut Melky, pihak yang menerima keuntungan besar dari pariwisata super premium Labuan Bajo adalah perusahaan yang mengantongi izin untuk memanfaatkan dan mengelola lokasi pariwisata itu. Lebih dari itu, Melky menganasir ada kepentingan politik partai tertentu untuk menguasai pariwisata Labuan bajo.

“Yang bertanggung jawab terhadap persoalan yang mendesak ini tentu saja para pejabat yang menerbitkan izin terhadap pemanfaatan pulau Komodo dan sekitarnya,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait