6 Laskar FPI Tersangka, Pakar: Tindakan Sangat Berlebihan dan Tidak Berdasar Hukum
Berita

6 Laskar FPI Tersangka, Pakar: Tindakan Sangat Berlebihan dan Tidak Berdasar Hukum

Seharusnya Pasal 77 KUHP, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.21/PUU-XII/2014, dan Pasal 109 KUHAP menjadi pedoman bagi aparat untuk menyikapi kasus penembakan 6 laskar FPI ini. YLBHI meminta kepolisian tidak meneruskan proses hukum tersebut agar tidak semakin merusak prinsip negara hukum dan tidak membuat masyarakat semakin tidak percaya hukum.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Selain, Pasal 109 ayat (2) KUHAP harus menjadi perhatian penyidik terkai ketentuan penghentian penyidikan bila tersangka meninggal dunia. Dia mengingatkan penetapan tersangka harus didahului proses hukum sebelumnya. Dia menyarankan agar penyidik mencabut status tersangka terhadap 6 orang laskar FPI yang telah meninggal.

Sebaiknya, Kepolisian fokus melanjutkan rekomendasi Komnas HAM yang beberapa waktu lalu telah disampaikan ke presiden. “Kenapa meninggal jadi tersangka? Bagaimana prosesnya? Lalu kasus ini mau bagaimana prosesnya? Pertanyaan itulah yang kemudian muncul di tengah masyarakat,” katanya.

Sangat aneh

Sementara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pun angkat bicara terkait tindakan polisi menetapkan tersangka terhadap orang yang telah meninggal. Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menilai tindakan aparat kepolisian sangat aneh. Bahkan bertentangan dengan prinsip hukum acara pidana. “Ini tentu berbahaya jika dianggap sebagai sebuah standar penegakan hukum,” kata Isnur.

Menurutnya, Pasal 77 KUHP sudah terang benderang sebagai pedoman bagi aparat penegak hukum untuk menyikapi kasus ini secara proporsional. Diirnya tak habis pikir dengan aparat kepolisian yang menetapkan tersangka terhadap orang yang telah meninggal, sehingga menjadi sangat aneh. Dampaknya, kasus tersebut diperkirakan tak ditindaklanjuti oleh penuntut umum.

Dalam ketentuan hukum acara pidana, kata Isnur, dijelaskan tersangka memiliki serangkaian hak untuk membela diri dan membantah tuduhan, mengajukan saksi yang meringankan, hak atas bantuan hukum, dan lainnya. “Nah, bagaimana bila tersangka bisa melakukan hak-haknya itu kalau sudah meninggal?”

Untuk itu, YLBHI meminta kepolisian tidak meneruskan proses hukum tersebut agar tidak semakin merusak prinsip negara hukum dan tidak membuat masyarakat semakin tidak percaya hukum. “Pada akhirnya, ini bukan hanya tentang kasus 6 orang anggota FPI, tetapi tentang bagaimana Indonesia sebagai negara hukum yang tegas disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 bisa tegak lurus,” katanya.

Tags:

Berita Terkait