7 Masalah Mendorong Koalisi Protes Keras ke Pemerintah
Terbaru

7 Masalah Mendorong Koalisi Protes Keras ke Pemerintah

Seperti reformasi yang berjalan jauh dari harapan, penyelewenangan pemberantasan KKN dengan merevisi UU KPK, pembatasan kebebasan berekspresi dan akademik hingga kekacauan kehidupan berbangsa di berbagai bidang.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Koalisi Masyarakat Sipil menggelar konferensi pers dan pembacaan Maklumat Protes Rakyat Indonesia, Kamis (9/2/2023). Foto: ADY
Koalisi Masyarakat Sipil menggelar konferensi pers dan pembacaan Maklumat Protes Rakyat Indonesia, Kamis (9/2/2023). Foto: ADY

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri lebih dari 60 organisasi mulai dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan, lembaga bantuan hukum, serikat buruh, petani, nelayan, masyarakat hukum adat, mahasiswa dan elemen lainnya melayangkan protes keras kepada pemerintah dan DPR. Penyebabnya, antara lain kebijakan dan regulasi yang dihasilkan dinilai tidak sesuai dengan konstitusi, mengabaikan kepentingan rakyat dan mengutamakan urusan oligarki, serta kekuasaan.

Wakil Ketua Bidang Advoksi dan Jaringan YLBHI, Arif Maulana mengatakan di penghujung 2022 pemerintahan Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Materi muatannya sebagian besar sama dengan UU No.11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No.91/PUU-XVIII/2020.

Cara pemerintah ‘mengakali’ perintah MK melalui putusan 91/PUU-XVIII/2020 agar memperbaiki UU 11/2020 dengan menerbitkan Perppu 2/2022 sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi alias constitutional disobedience. Koalisi pun menilai selain pembangkangan, juga sebagai penghianatan atau kudeta serta menunjukan otoritarianisme pemerintahan.

“Gejala otorianisme pemerintahan ini penting dibaca dari rangkaian panjang dan konsisten yang membuat rakyat semakin khawatir,” ujarnya dalam konferensi pers dan pembacaan Maklumat Protes Rakyat Indonesia, di Gedung YLBHI Jakarta, Kamis (9/2/2023).

Baca Juga:

Arif mencatat setidaknya ada 7 masalah menjadi penyebab koalisi melayangkan protes keras ke pemerintah dan DPR. Pertama, reformasi merupakan puncak dari rangkaian panjang perjuangan masyarakat sipil dan menghasilkan suatu konsensus nasional yang amat penting dalam berbagai bidang. Misalnya, menghapuskan segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), memberikan jaminan lebih terhadap HAM, menerapkan demokrasi yang lebih partisipatif dan pemerataan dalam bidang ekonomi. Tapi setelah hampir seperempat abad berjalan, cita-cita reformasi tak kunjung terwujud, sebaliknya malah makin jauh dari harapan dari yang pernah disuarakan mahasiswa pada 2019 dengan tagline #ReformasiDikorupsi.

Kedua, penyelewengan di bidang pemberantasan KKN dilakukan dengan cara merevisi UU No.30 Tahun 2022 tentang KPK menjadi UU No.19 Tahun 2019. Hasil dari revisi UU 30/2022 malah melemahkan fungsi KPK dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, menyingkirkan pegawai-pegawai yang berani dan jujur, ajakan untuk tidak lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan membiarkan penyelewengan Kepala Desa agar tidak ditindak oleh Kejaksaan. Kemudian pemanfaatan jabatan publik untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kerabat demi membangun ‘kerajaan keluarga’.

Tags:

Berita Terkait