Koalisi Desak Presiden dan DPR Cabut Perppu Cipta Kerja
Utama

Koalisi Desak Presiden dan DPR Cabut Perppu Cipta Kerja

Koalisi akan menempuh langkah hukum dan politik untuk mendesak Perppu No.2 Tahun 2022 dicabut.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kalangan masyarakat sipil terus menyoroti Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Koalisi organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gebrak, KNPA, Kepal, dan Jaringan Ultimatum Rakyat mendesak pemerintah dan DPR segera mencabut Perppu No.2 Tahun 2022.

Sekjen Konsorsium Pembaruan (KPA) Agraria Dewi Kartika menilai Perppu Cipta Kerja diterbitkan sebagai akal-akalan pemerintah untuk memastikan substansi UU No.11 Tahun 2020 tetap berjalan. “Substansi Perppu No.2 Tahun 2022 sebagian besar sama seperti UU No.11 Tahun 2020,” kata Dewi dalam konferensi pers bertema “Ultimatum Rakyat Diabaikan, Presiden dan DPR RI Memupuk Kemarahan Rakyat”, Selasa (17/1/2023).

Dewi mencatat di sektor pertanahan Perppu sama seperti UU Cipta Kerja yang mengamanatkan dibentuknya Bank Tanah yang tujuannya mengkonsolidasi tanah untuk kepentingan investasi skala besar. Kemudian ada HPL dan memberikan hak milik rusun kepada warga negara asing dan badan hukum asing. Kemudian mendorong kebijakan impor pangan yang merendahkan petani sebagai produsen pangan utama.

Baca Juga:

Koalisi menuntut Presiden untuk mencabut Perppu dan DPR harus menolak Perppu. Dewi menekankan pengelolaan tanah dan sumber agraria harus dilakukan secara beradab. “Tidak ada jalan lain, pemerintah dan DPR harus mencabut Perppu,” tegasnya.

Perwakilan Kepal dari IHCS, Gunawan, mempersoalkan regulasi apa yang diganti melalui Perppu? Mengingat MK melalui putusan tentang pengujian UU No.11 Tahun 2020 menyatakan beleid itu inkonstitusional bersyarat, sehingga objek gugatannya dianggap sudah tidak ada. “Perppu ini menggantikan objek yang sudah tidak ada,” ujarnya.

Perppu yang diterbitkan pemerintah tidak sesuai dengan standar dan indikator sebagaimana Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2O2O. Putusan itu memberikan syarat perbaikan terhadap UU No.11 tahun 2020 tak hanya menyasar salah ketik, dan mengubah pasal, tapi juga pelibatan partisipasi publik secara bermakna.

Tags:

Berita Terkait