7 Tokoh Hukum Kawakan Tutup Usia Sepanjang 2021
Kaleidoskop 2021

7 Tokoh Hukum Kawakan Tutup Usia Sepanjang 2021

Mulai Prof Muladi, Artidjo Alkostar, Basrief Arief, Prof Arie Sukanti Hutagalung, Prof Mardjono Reksodiputro, Prof Mochtar Kusumaatmadja, hingga Prof JE Sahetapy.

Agus Sahbani
Bacaan 11 Menit

Selain sebagai guru/dosen, mantan Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN), salah satu Ketua Tim RKUHP ini juga konsisten sebagai teman serikat pada Kantor Hukum ternama Ali Budiardjo Nugroho Reksodiputro (ABNR) sejak 1967 yang eksis hingga sekarang. Termasuk salah satu pendiri Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera. Banyak kalangan akademisi di FH UI yang merasa sangat kehilangan mengenang jasa-jasa Prof Mardjono dalam dunia hukum.

Mardjono Reksodiputro memulai kiprahnya di dunia hukum sejak ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari FH UI pada 1962. Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikannya di University of Pennsylvania, Amerika Serikat, dan memperoleh gelar Master of Art pada 1967. Selain mulai karirnya menjadi lawyer di ABNR sejak 1967, pria yang akrab disapa Pak Boy ini aktif berperan sebagai akademisi di beberapa perguruan tinggi.   

Sebelum menjadi Dekan FH UI pada 1984-1990, Prof Mardjono pernah menjadi Ketua Program Kekhususan Hukum Pidana pada Program Pascasarjana FH UI; Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila; dan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Batanghari Jambi. Sebelumnya, pernah menjabat Ketua Program Kajian Ilmu Kepolisian pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1996-2006). Lalu, beliau pensiun sebagai Guru Besar Gol. IV/e pada Maret 2002. Tak lama kemudian menjadi salah anggota KHN hingga KHN dibubarkan Presiden Jokowi pada Desember 2014.

Ia resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar UI dengan pendalaman ilmu Kriminologi pada 1992. Namanya diabadikan sebagai nama sebuah gedung di Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia yakni “Gedung Mardjono Reksodiputro”, yang berada di Salemba, Jakarta Pusat pada 2009. Dari berbagai pengalamanya, baik sebagai praktisi hukum maupun pengajar di beberapa fakultas hukum, ia menekuni beberapa bidang secara khusus yaitu sistem peradilan pidana, hukum pidana dan kegiatan perekonomian, korporasi dan pertanggungjawaban pidana.

  1. Prof Mochtar Kusumaatmadja

Indonesia kembali kehilangan tokoh terbaik, mantan menteri di era Orde Baru, mantan Dekan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad) Prof Mochtar Kusumaatmadja tutup usia. Pakar hukum internasional dan advokat senior ini wafat pada Minggu 6 Juni 2021 sekitar pukul 09.00 WIB di RS Siloam Jakarta, dalam usia 92 tahun.

Mengutip Perpusnas.go.id, Mochtar Kusumaatmadja kerap mewakili Indonesia dalam Sidang PBB mengenai Hukum Laut, Jenewa dan New York. Ia berperan dalam konsep Wawasan Nusantara, terutama dalam menetapkan batas laut teritorial, batas darat, dan batas landas kontinen Indonesia. Ia juga berperan banyak dalam perundingan internasional, terutama dengan negara-negara tetangga mengenai batas darat dan batas laut teritorial itu. Tahun 1958-1961, dia telah mewakili Indonesia pada Konferensi Hukum Laut, Jenewa, Colombo, dan Tokyo. Beberapa karya tulisnya juga telah mengilhami lahirnya Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia, 1970.

Mochtar Kusumaatmadja lahir pada 17 April 1929 di Jakarta. Setelah memperoleh gelar S-1 di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan UI pada 1955, pada tahun yang sama ia langsung melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Yale University (S-2) Amerika Serikat. Lalu, Mochtar melanjutkan program doktor (S-3) bidang ilmu hukum internasional di FH Unpad dan lulus pada 1962. Bahkan, ia pun peraih gelar doktor (S3) dari Universitas Harvard dan Universitas Chicago Amerika Serikat (1964-1966).

Selain tercatat sebagai Guru Besar dan pernah menjabat Dekan FH Unpad, Mochtar Kusumaatmadja pernah menduduki beberapa posisi menteri di era Presiden Soeharto. Ia pernah menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II periode 1973-1978 dan Menteri Luar Negeri Kabinet Kabinet Pembangunan III dan IV periode 1978-1988. Di sela-sela kesibukannya sebagai akademisi, Mochtar pernah mendirikan Kantor Hukum MKK yang merupakan akronim Mochtar, Kirkwood, dan Karuwin pada awal 1970, kantor hukum generasi pertama yang mempekerjakan advokat asing yang masih eksis hingga saat ini. 

  1. Prof JE Sahetapy  

Satu lagi, Indonesia kehilangan tokoh hukum kawakan. Adalah Prof Jacob Elfinus Sahetapy (JES) yang merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) meninggal dunia dalam usia 89 tahun pada Selasa 21 September 2021 pagi. Kabar duka ini diumumkan langsung dari FH Unair melalui pesan infografis yang disertai foto sang mantan Dekan FH Unair periode 1979-1985 itu.

Mengutip Biografi Nasional Daerah Jawa Timur (hal.57-63), pria kelahiran Saparua, Maluku Tengah pada 6 Juni 1932 ini dikenal sebagai seorang ilmuwan, pendidik, pembaharu ilmu hukum dengan puluhan karyanya dalam bentuk buku, artikel majalah, makalah.

JE Sahetapy pernah menempuh pendidikan ke Fakultas Hukum di Surabaya. Fakultas Hukum ini mulanya cabang dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Kemudian berdiri sendiri sebagai FH Unair. Tahun 1959, setelah pendidikannya selesai, JE Sahetapy diangkat menjadi tenaga tetap FH Unair. Kemudian, ia mendapat kesempatan mengikuti Graduate School di Universitas Utah, Amerika Serikat dalam Ilmu Business Administration dan Industrial Relation tahun 1960-1962. Pendidikan S-2 Ilmu Hukum diraihnya di FH Unair.

Semasa hidup, JE Sahetapy selain mengajar di FH Unair juga mengajar di FH Universitas Jember, IKIP Surabaya, FH Universitas Udayana, Universitas Pattimura Ambon, Sekolah Supply ALRI hingga FH Universitas Diponegoro. Hingga akhirnya dia diangkat sebagai Guru Besar di FH Unair. Pada acara pengukuhannya, Sahetapy memberikan pidato orasi ilmiahnya berjudul “Pisau Kriminologi”. Dia sempat terjun ke politik dan menjadi anggota DPR RI periode 1999-2004 dari Fraksi PDI Perjuangan.

Mantan Ketua Komisi Hukum Nasional (2000-2014) ini dikenal tokoh hukum yang sangat kritis bila melihat bobroknya praktik penegakan hukum di Tanah Air dalam pemerintahan siapapun. Dikutip dari artikel Hukumonline berjudul “Hukum yang Bernurani di Mata Sahetapy” yang merupakan artikel resensi buku biografinya (Juni 2007), Mohamad Sobari menyebut Sahetapy sebagai orang “yang lurus dan idealis hidupnya”. (Baca Juga: Hukum yang Bernurani di Mata Sahetapy)

Cukup banyak guru besar ilmu hukum di Indonesia. Tetapi jarang guru besar yang mau turun mendengarkan kaum muda berdiskusi masalah hukum, seperti JE Sahetapy yang gaya bicaranya tedeng aling-aling, blak-blakan. Ia kerap hadir sebagai peserta di seminar atau diskusi publik di layar kaca, meskipun pembicaranya adalah murid-muridnya.

JE Sahetapy bersedia turun gunung untuk mengamalkan segenap idealisme dan pengetahuannya dalam melihat potret penegakan hukum yang riil. Bahkan, dalam penuturan dan penyampaian pikirannya banyak orang tersinggung. Bahkan, Guru Besar Hukum Tata Negara FH UI Yusril Ihza Mahendra dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Prof Satjipto Rahardjo pernah menjadi sasaran kritik JE Sahetapy.

Tags:

Berita Terkait