Ada Fintech Syariah, Bagaimana Payung Hukumnya?
Berita

Ada Fintech Syariah, Bagaimana Payung Hukumnya?

Selain mengacu POJK 77/2016, fintech syariah juga diatur dalam DSN MUI 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Meraba Potensi TPPU di Industri Fintech)

 

Keempat, musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi danalmodal usaha (ra's al-maf dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.

 

Kelima, wakalah bi al ujrah yaitu akad pelimpahan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentuyang disertai dengan imbalan berupa ujrah (upah).  Keenam, qardh yaitu akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.

 

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) dan Chief Executive Officer ALAMI, Dima Djani menjelaskan perusahaan fintech syariah sebagai penyelenggara boleh mengenakan biaya (ujrah/rusun) berdasarkan prinsip ijarah atas penyediaan sistem dan sarana prasarana layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi. Hanya saja, setiap jasa tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam.

 

“Fintech syariah ini mengedepankan prinsip transparansi, keadilan dan sesuai dengan syariat Islam,” jelas Dima kepada hukumonline, Selasa (21/5).

 

Dia juga menjelaskan fintech syariah juga tergabung dalam kategori Asosiasi Fintech Pembiayaan Indonesia (AFPI) yang didominasi jenis konvensional. Namun, fintech syariah tidak menerapkan suku bunga seperti yang tercantum dalam kode perilaku atau code of conduct  AFPI.

 

“Secara umum fintech syariah juga ikut di AFPI, tapi kami tidak menerapkan suku bunga,” kata Dima.

 

Selain persoalan bunga, fintech syariah juga tidak memiliki metode tersendiri dalam penagihan pinjaman. Seperti diketahui, penagihan sering sekali jadi persoalan industri fintech seperti intimidasi, pencurian dan penyalagunaan data hingga pelecehan seksual.

 

Dima menjelaskan penagihan fintech syariah dilakukan dengan metode in-house. Setiap peminjam yang terlambat melakukan pembayaran pinjaman akan bertemu dengan perusahaan fintech syariah untuk membicarakan penyebab keterlambatannya. Selain itu, Dima juga menjelaskan pihaknya juga terlebih dahulu memeriksa kemampuan peminjam sebelum memberikan pendanaan.

 

“Jadi, kami screen dulu borrower-nya. Dan kalau ada masalah kami encourange untuk bicara,” jelas Dima.

 

Tags:

Berita Terkait