Ada KAI di Balik Gagasan Sertifikasi Profesi Pengacara
Berita

Ada KAI di Balik Gagasan Sertifikasi Profesi Pengacara

Gagasan ini sempat menuai pro dan kontra di kalangan internal KAI.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Presiden KAI Tjoetjoe S Hernanto. Foto: kai.or.id
Presiden KAI Tjoetjoe S Hernanto. Foto: kai.or.id
Sebuah surat keputusan (SK) yang diterbitkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada tanggal 24 Mei 2016 cukup membuat heboh dunia advokat. SK beromor Kep.0562/BNSP/V/2016 itu memberi lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi Pengacara Indonesia (LSPPI) untuk melaksanakan uji kompetensi untuk kalangan profesi advokat.

[Ini Dokumen SK BNSP Lembaga Sertifikasi Profesi Pengacara]

Gagasan sistem sertifikasi profesi advokat ternyata berasal dari Kongres Advokat Indonesia (KAI). Presiden KAI Tjoetjoe S. Hernanto mengklaim sebagai pihak yang melontarkan gagasan tersebut. Uniknya, gagasan itu terinspirasi dari pengalaman praktik di profesi sopir dan karyawan hotel.

Sekitar dua tahun silam, tutur Tjoetjoe, dirinya tengah berkunjung ke Pulau Dewata, Bali. Kala itu, di Bandara Ngurah Rai, Bali, Tjoetjoe dijemput seorang sopir yang kemudian diketahui memiliki sertifikat profesi. Hal sama ditemui Tjoetjoe ketika mencermati profesi karyawan hotel yang ternyata juga memiliki sertifikat profesi.

Khusus untuk karyawan hotel, Tjoetjoe memperoleh informasi bahwa sertifikat profesi itu begitu penting. Bahkan, jika karyawannya tidak memiliki sertifikat, maka bintang hotel tersebut akan berkurang.

Dari pengalaman itulah, Tjoetjoe menggagas sistem sertifikasi profesi advokat. Gagasan ini sempat menuai pro dan kontra di kalangan internal KAI. Namun, setelah mendapat penjelasan, internal KAI pun menerima gagasan tersebut.

Lalu, KAI merekomendasikan pembentukan LSPPI yang telah resmi didaftarkan di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM. LSPPI kemudian mendapat lisensi resmi dari BNSP.

“Saya terpikir apa itu sertifikasi, ternyata ada satu lembaga hukum yang tersertifikasi. Namanya auditor hukum, dan kebanyakan advokat dan disertifikasi. Saya terpikir, bisa tidak advokat disertifikasi supaya punya kemampuan lebih,” ujarnya di Solo akhir pekan lalu.

Setelah resmi berdiri dan mendapat lisensi, LSPPI mulai melaksanakan uji kompetensi. Tjoetjoe mengaku sebagai orang pertama yang menjalani uji kompetensi tersebut.

Sebelumnya, tiga kubu kepengurusan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) ‘kompak’ menolak keberadaan SK yang memberikan lisensi kepada LSPPI untuk melaksanakan uji kompetensi profesi advokat.

Sekretaris Jenderal PERADI kubu Juniver Girsang, Hasanuddin Nasution meminta anggotanya agar tidak resah. Menurut Hasanuddin, pihak akan segera mengambil langkah bila SK BNSP ini mengancam kenyamanan anggota.

Wakil Ketua DPN PERADI kubu Luhut Pangaribuan, Junedi Sirait menyebut SK BNSP yang memberikan lisensi kepada LSPPI adalah produk cacat hukum. Sesuai UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, PERADI sebenarnya telah menjalankan sistem sertifikasi dalam bentuk Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian, dan kewajiban magang sebelum diangkat sumpah.

“Nah sebenarnya itu kan yang disebut dengan sertifikasi advokat. Dan UU Advokat menyerahkan kekuasaan untuk melakukan itu semua kepada organisasi advokat. Organisasi advokat yang berhak mengurus semua mengenai advokat. Sekarang, LSP Pengacara Indonesia ini dapat lisensi melakukan sertifikasinya dari siapa?” ujarnya heran.

Wakil Ketua Umum DPN PERADI kubu Fauzie Hasibuan, Jamaslin James Purba menilai SK BNSP tersebut tidak mengikat untuk advokat. Pasalnya, tidak ada sanksi yang mengikat apabila advokat tidak mau mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan oleh LSPPI.

“Kita sudah lihat peraturannya. Di situ tidak ada sanksi bagi profesi yang tidak melaksanakan sertifikasi, jadi kalau tidak diikuti juga tidak apa-apa,” ujar James kepada Hukumonline, Jumat (3/6).
Tags:

Berita Terkait