Ada Peluang Membatalkan Keputusan Pergantian Hakim MK Aswanto
Terbaru

Ada Peluang Membatalkan Keputusan Pergantian Hakim MK Aswanto

Salah satunya, presiden tidak perlu menggubris surat dari DPR mengenai pergantian Hakim Konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah atau membalas dengan menyatakan presiden tidak bisa melakukan pergantian karena prosesnya keliru.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam konferensi pers menyikapi pergantian Hakim Konstitusi Aswanto di STHI Jentera Jakarta, Senin (3/10/2022). Foto: FKF
Narasumber dalam konferensi pers menyikapi pergantian Hakim Konstitusi Aswanto di STHI Jentera Jakarta, Senin (3/10/2022). Foto: FKF

Komisi III DPR RI seolah “mendadak” menggelar pergantian salah satu hakim konstitusi yaitu Prof Aswanto. Pengganti barunya ditetapkan Guntur Hamzah yang selama ini menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK dalam rapat di ruang Komisi III DPR, Selasa (29/9/2022) lalu. Dari 9 fraksi, hanya 5 diantaranya yang menyetujui pencalonan Guntur menjadi hakim konstitusi usulan DPR menggantikan Aswanto.

Atas pergantian Hakim Konstitusi Aswanto, sejumlah pihak melayangkan pendapat tidak setuju. Sebab, alasan pergantian tidak didasari Pasal 23 ayat (1), (2) UU No.7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang menjabarkan alasan pemberhentian dengan hormat dan tidak dengan hormat hakim konstitusi.

“Apa masih ada peluang untuk menggugat? Menurut saya, ketika surat DPR-nya sudah keluar pada Presiden itu saja sudah bisa dicoba. Bisa dicoba menjadi objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara,” ujar Akademisi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera yang juga merupakan salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti, dalam konferensi pers di STHI Jentera, Puri Imperium Office Plaza, Jakarta Selatan, Senin (3/10/2022).

Baca Juga:

Ia masih ingat bagaimana dahulu Surat Presiden (Surpres) yang dikirimkan ke DPR perihal UU Cipta Kerja kemudian dijadikan objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Terlepas dari putusan akhirnya, Bivitri melihat hal tersebut mengindikasikan upaya perlawanan hukum masih dapat dilakukan terlebih dahulu. Sedangkan menang atau kalah dalam perkara ini menjadi urusan belakangan.

Upaya lain yang dapat dilakukan dari segi perdata menurutnya dapat dieksplorasi lebih lanjut. Dari segi etik, jika dilakukan penelusuran mengenai pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul yang ramai beredar diberbagai media, Bivitri memandang sudah dapat dibawa ke ranah etik (melalui Mahkamah Kehormatan Dewan). “Walaupun barangkali tidak mengubah keputusannya, tapi sering kita melakukan hal seperti itu untuk pendidikan publik dan untuk membuat mereka (DPR) merasa diawasi. Enggak semua orang mau aja nurut maunya mereka,” ungkapnya.

Dalam kesempatan ini, ia meminta presiden tidak perlu menggubris surat DPR mengenai pergantian Hakim Konstitusi Aswanto ini. Mengingat, Pasal 1 angka 17 UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menggariskan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan penyelenggaraan pemerintahan, maka harus menggunakan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan. Lebih lanjut Pasal 10 UU Administrasi Pemerintahan menyebutkan AUPB meliputi kepastian hukum; kemanfaatan; ketidakberpihakan; kecermatan; tidak menyalahgunakan kewenangan; keterbukaan; kepentingan umum; dan pelayanan yang baik.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait