Catatan Kritis PSHK dan Perludem Terkait Penggantian Hakim MK Aswanto
Utama

Catatan Kritis PSHK dan Perludem Terkait Penggantian Hakim MK Aswanto

Keduanya mendesak Presiden untuk tidak mengeluarkan Keputusan Presiden tentang pengangkatan Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi dan memerintahkan Aswanto kembali menjabat sebagai Hakim Konstitusi.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Narasumber dalam konferensi pers menyikapi penggantian Hakim Konstitusi Aswanto di STHI Jentera Jakarta, Senin (3/10/2022). Foto: FKF
Narasumber dalam konferensi pers menyikapi penggantian Hakim Konstitusi Aswanto di STHI Jentera Jakarta, Senin (3/10/2022). Foto: FKF

Pergantian salah satu hakim konstitusi yaitu Prof Aswanto secara tiba-tiba jelas menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, Komisi III DPR RI 'mendadak' menggelar pergantian salah satu hakim konstitusi usulannya itu. Pengganti barunya ditetapkan pada rapat di ruang Komisi III adalah Guntur Hamzah yang selama ini menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK.

“Apakah dapat menyetujui Prof. Dr. Guntur Hamzah ini untuk dicalonkan menjadi hakim konstitusi dari unsur DPR?” ujar pimpinan rapat, Adies Kadier di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (29/9/2022) kemarin.

Dari 9 fraksi, hanya 5 diantaranya yang menyetujui pencalonan Guntur menjadi hakim konstitusi usulan DPR menggantikan Aswanto. Melihat angka mayoritas dari jumlah fraksi partai yang ada, diambil persetujuan agar diteruskan ke dalam rapat paripurna untuk ditetapkan menjadi keputusan DPR. Menanggapi penggantian dadakan tersebut, sejumlah organisasi dan ahli hukum menyuarakan ketidaksetujuannya. Di antaranya ialah Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

“Dia (Aswanto) tidak melakukan perbuatan tercela, tidak melanggar hukum, apalagi tidak melanggar kode etik yang bersifat berat. Malah dia justru melakukan pekerjaannya dalam hal menegakkan konstitusi,” ujar Peneliti PSHK Agil Oktaryal dalam konferensi pers menyikapi penggantian Hakim Konstitusi Aswanto di STHI Jentera, Puri Imperium Office Plaza, Jakarta Selatan, Senin (3/10/2022).

Baca Juga:

Terlebih, melalui Putusan MK No.96/PUU-XVIII/2020 sudah memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi sampai 15 tahun atau maksimal 70 tahun. Tepatnya, dalam revisi UU MK yang menegaskan hal tersebut pada Pasal 87 huruf b UU No.7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK. Hal ini menandakan Hakim Konstitusi Aswanto seharusnya masih menjabat sampai dengan tahun 2029.

Agil memandang surat MK tertanggal 22 Juli 2022 yang disampaikan ke DPR merupakan surat formal belaka, selayaknya putusan MK umumnya bila melibatkan lembaga negara lainnya, maka lembaga negara tersebut dikirimkan surat beserta salinan putusan terkait. “MK hanya mengerjakan itu sebenarnya. ‘Hakim yang berasal dari DPR yang hari ini berada di MK itu tidak perlu lagi dilakukan seleksi atau perpanjangan masa jabatannya karena tidak ada lagi periodeisasi’. Tapi kemudian di DPR disalahtafsirkan. Justru mereka mengganti hakim yang bersangkutan,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait