Advokat Ini Beberkan Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak
Terbaru

Advokat Ini Beberkan Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak

Setiap proses dalam sistem peradilan pidana, para pihak yang terlibat harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Jika dalam musyawarah itu tercapai kesepakatan untuk diversi, kemudian dilakukan pendaftaran ke pengadilan untuk dibuat penetapan. Sebaliknya, ketika tidak tercapai kesepakatan atau terjadi kesepakatan tapi tidak dilaksanakan, maka proses peradilan berlanjut ke tahap selanjutnya.

Bagi anak berusia di bawah 12 tahun yang berhadapan dengan hukum, Tunggal mengatakan penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional akan mengambil keputusan apakah anak dikembalikan kepada orang tua atau mengikuti program pendidikan dan pembinaan. Pengambilan keputusan itu juga mencermati ringan dan berat tindak pidana yang dilakukan anak. Keputusan itu didaftarkan ke pengadilan untuk dibuat penetapan.

Tunggal mengatakan hal paling penting yang diperhatikan adalah setiap proses peradilan pidana, semua pihak yang terlibat harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Hal itu karena anak memiliki masa depan yang panjang, sehingga persoalan ini jangan sampai menghambat tumbuh kembang anak. Oleh karena itu setiap pertimbangan atau keputusan yang diambil dalam SPPA harus mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.

“Memang itu tujuan SPPA yakni melindungi anak. Kepentingan terbaik anak adalah nomor satu,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabiliana mengatakan proses yang dilakukan untuk anak yang berhadapan dengan hukum antara lain melakukan asesmen terhadap kemampuan anak secara keseluruhan. Hasil asesmen itu menunjukkan secara umum apakah anak yang bersangkutan paham atas tindakan yang telah dilakukan, apakah berperilaku sesuai dengan usianya dan lainnya.

Jika hasil asesmen itu menunjukkan bahwa anak memiliki kemampuan dan tumbuh kembang yang baik sesuai dengan usianya, Vera mengatakan selanjutnya mencari faktor lain yang mendorong anak melakukan tindakan kenakalan atau tindak pidana. “Misalnya apakah ada hambatan intelektual lalu didorong temannya melakukan kejahatan, untuk hal ini ada pertimbangan khusus karena anak itu dimanipulasi untuk melakukan itu.”

Tags:

Berita Terkait