Advokat Ini Kembali Uji Aturan Pemberhentian Hakim Konstitusi
Terbaru

Advokat Ini Kembali Uji Aturan Pemberhentian Hakim Konstitusi

Permohonan pengujian Perkara No.17/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Advokat Zico Leonard Djagardo sebagai perkara ulang dari Putusan MK No.103/PUU-XX/2022 mengenai penggantian Hakim Konstitusi Aswanto.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Advokat ini juga meminta MK mengecualikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan M. Guntur Hamzah mengadili dan memutus perkara a quo, serta mengecualikan Panitera Muhidin dalam pengadiministrasian perkara pengujian Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 27A ayat (2) UU MK itu.

Selengkapnya, Pasal 23 ayat (1) UU MK berbunyi, “Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat dengan alasan: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas yang diajukan kepada Konstitusi; c. telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun; d. dihapus; atau e. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.”

Pasal 23 ayat (2) UU MK berbunyi, “Hakim konstitusi diberhentikan tidak dengan hormat apabila: a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara; b. melakukan perbuatan tercela; c. tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. dengan sengaja menghambat Mahkamah Konstitusi memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; f. melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; g. tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi; dan/atau h. melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi.”

Selanjutnya Pasal 27A ayat (2) UU MK berbunyi, “Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang keanggotannya terdiri atas: a. 1 (satu) orang hakim konstitusi; b. 1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial; c. 1 (satu) orang akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum; d. dihapus; dan e. dihapus.”

Pada petitumnya, MK diminta menyatakan Pasal 23 ayat (1) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang dimaknai “termasuk juga ditarik (di-recall) oleh lembaga pengusungnya dengan alasan tidak disukai oleh lembaga pengusungnya karena mematikan produk yang dibuat oleh lembaga pengusungnya.

Kemudian, menyatakan Pasal 23 ayat (2) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “termasuk juga mengubah substansi dalam putusan yang telah dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.”

Tak hanya itu, Zico turut meminta MK untuk menyatakan frasa “Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi” dalam Pasal 27 ayat (2) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dibentuk selambatnya dalam waktu 1 bulan setelah perkara a quo diputus.

Di samping perihal frasa “1 (satu) orang hakim konstitusi” dalam Pasal 27 ayat (2) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “ 1 (satu) orang mantan hakim konstitusi”, atau menyatakan frasa “1 (satu) orang hakim konstitusi” dalam Pasal 27 ayat (2) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa hakim konstitusi yang menjadi anggota Majelis Kehormatan bukanlah hakim konstitusi yang diperkarakan ataupun diduga terlibat dalam hal yang diperkarakan kepada Majelis Kehormatan.

Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan nasihat untuk lebih menjelaskan alasan pembeda antara permohonan yang diajukan dengan Perkara No.103/PUU-XX/2022. Utamanya terkait legal standing terhadap pasal yang dituju merugikan. Hal ini diamini pula oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams. Tak hanya itu, Suhartoyo meminta pula Zico selaku Pemohon agar memperhatikan petitum yang mengajukan permintaan inkonstitusional dengan argumen dan konstruksi yang jelas.

“Terkait dengan provisi yang diajukan oleh Pemohon dengan mengecualikan atas nama-nama tertentu, maka sebelum adanya putusan atas perkara ini diharapkan Pemohon memperhatikan proses hukum yang masih berlangsung dan perlu dipatuhi proseduralnya,” ucap Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.

Tags:

Berita Terkait