Advokat Lintas Organisasi Bahas Revisi UU Advokat
Utama

Advokat Lintas Organisasi Bahas Revisi UU Advokat

Diharapkan bisa masuk Prolegnas Prioritas 2018. Pintu masuk melakukan konsolidasi seluruh advokat Indonesia.

NORMAN EDWIN ELNIZAR
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi kelompok terbatas mengenai revisi UU Advokat di Jakarta, Senin (29/5). Foto: EDWIN
Suasana diskusi kelompok terbatas mengenai revisi UU Advokat di Jakarta, Senin (29/5). Foto: EDWIN
Sebuah harapan tentang konsolidasi organisasi advokat muncul dari galeri Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (29/5). Sejumlah advokat lintas organisasi ditambah pengurus Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia duduk bersama membahas revisi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Diskusi kelompok terfokus itu dihadiri perwakilan AAI (Asosiasi Advokat Indonesia), IPHI (Ikatan Penasehat Hukum Indonesia), AKHI (Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia), HKHPM (Himpunan Konsultas Hukum Pasar Modal), IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia), dan KAI (Kongres Advokat Indonesia). Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, dan Ketua Iluni Fakultas Hukum UI, Ahmad Fikri Assegaf, juga tampak hadir. Demikian pula perwakilan dua dari tiga kubu yang mengklaim sebagai pengurus Peradi yang sah. (Baca juga: AAI: Jangan Lahirkan Advokat dengan Standar yang Tidak Jelas).

Dalam kesempatan itu, Arsul Sani, menjelaskan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan mengusulkan kembali pembahasan RUU Advokat. RUU revisi UU No. 18 Tahun 2003 itu sudah pernah dimasukkan dalam Prolegnas masa jabatan DPR 2009-2014. Rencananya, kata Arsul, RUU Advokat akan diajukan sebagai Prolegnas Prioritas 2018 karena nilai strategis dari perbaikan regulasi jasa hukum menghadapi tantangan pasar global. (Baca juga: Arsul Sani, Menapaki Dunia Advokat Hingga Melenggang ke Parlemen).

“Ini kan terjadi globalisasi sektor jasa, termasuk jasa hukum. Kalau kita mau bersaing di pasar global, atau paling tidak pasar kita tidak dimakan oleh pasar global, maka aturan kita juga harus kita beresin, kelembagaan kita juga harus kita perbaiki,” jelas Arsul Sani kepada hukumonline usai focus group discussion (FGD).   

Para advokat yang mewakili organisasi-organisasi advokat pendiri Peradi menyambut positif rencana ini. Semua perwakilan yang hadir merasa perlu untuk menindaklanjuti RUU Advokat ini dengan duduk bersama mencari titik temu kepentingan demi kemajuan dan perbaikan kualitas profesi Advokat di Indonesia.

Ketua HKHPM, Indra Safitri, melihat revisi UU Advokat akan menjadi peluang untuk menyempurnakan UU Advokat saat ini dalam menghasilkan kompetensi dan profesionalitas lebih baik dari profesi Advokat. Di tengah banyaknya klaim otoritas organisasi advokat yang masih terjadi, Indra yakin wacana revisi UU Advokat menjadi awal bagi organisasi-organisasi advokat yang ada saat ini untuk banyak mencari persamaan kepentingan yang akan diperjuangkan dalam revisi UU Advokat.

“Kita harapkan di antara organisasi advokat akan bisa identifikasi mana yang menjadi prioritas dari rencana melakukan konsolidasai advokat itu sendiri,” katanya pada hukumonline.

Hal senada diungkapkan Sekjen PERADI kepemimpinan Juniver Girsang, Hasanuddin Nasution. “Saya nggak alergi terhadap perubahan, tapi harus ditujukan kepada penguatan profesi ini sebagai profesi yang mandiri dan juga adalah penegak hukum,” ujarnya.

Hasanudin melihat ada sejumlah isu yang berkembang terkait profesi advokat yang belum cukup diakomodasi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Misalnya tentang keberadaan advokat asing yang semakin banyak ikut berpraktek di Indonesia dengan mudah. Sedangkan kebanyakan organisasi advokat masih disibukkan dengan eksistensi kelembagaan masing-masing. “Sebenarnya dalam keadaan seperti sekarang, realitasnya, kita sebenarnya butuh perubahan cepat UU ini,” tambahnya. (Baca juga: Belasan Advokat Asing dari Berbagai Negara Ikut Ujian Kode Etik).

Hal ini juga disetujui oleh Surya Tjandra yang mewakili kubu PERADI kepemimpinan Luhut MP Pangaribuan. “Saya pribadi musti diskusi sama teman-teman DPN PERADI Bang Luhut. (Tapi) saya mendukung supaya ini menjadi prioritas, karena momen itu akan bermanfaat buat kita sendiri,” katanya.

Advokat senior Fred B.G.Tumbuan dari AKHI menekankan bahwa revisi UU Advokat harus dipastikan sebagai upaya memperbaiki kelemahan dalam profesi Advokat saat ini dan bukan sebaliknya. Sehingga yang terpenting adalah tercapainya kemanfaatan bersama para pelaku officium nobile ini. “Integritas dan kualitas advokat itu harus sesuatu yang dapat kita banggakan bersama. Tolong kepentingan pribadi yang ternyata kan hanya sempit ya, itu kita bersedia sisihkan, lepaskan,” tegasnya.

Permasalahan yang masih mengemuka di kalangan advokat Indonesia adalah banyaknya wadah organisasi advokat hingga saat ini. Kehadiran UU Advokat di tahun 2003 awalnya diharapkan menjadi langkah pemersatu karena adanya norma yang ditafsirkan mengharuskan wadah tunggal organisasi advokat di Indonesia. Sebelum adanya UU Advokat, ketentuan mengenai profesi Advokat masih mengacu pada setidaknya 4 aturan kolonial Belanda serta peraturan teknis dari Pengadilan dan Kementerian Hukum dan HAM. Namun pasca disahkan dan dibentuknya PERADI, eksistensi banyaknya organisasi advokat justru makin menjadi.

Oleh karena itu Ketua AAI, Muhammad Ismak mengingatkan bahwa regulasi soal Advokat harus menyentuh hal substansial yaitu standar dan etika profesi.  “Yang harus kita perjuangkan sekarang adalah masalah kode etik dan standar profesi yang harus 1, siapapun ketuanya, mau berapapun organisasinya, ini (kode etik dan standar profesi) harus satu,” ungkapnya.

Ismak menjelaskan bahwa baik akan diupayakan kembali PERADI sebagai single bar atau menguatkan multi bar yang telah terjadi, para Advokat harus sepakat menggunakan standar dan etika profesi seragam.

Sudah dibahas 2009-2014
Draft RUU Advokat yang menjadi objek diskusi ini sebenarnya sudah sampai dalam tahapan pembentukan Panitia Kerja (Panja) yang membahas draft RUU bersama Pemerintah periode 2009-2014. Pembahasan terakhir dilakukan pada 27 September 2014 namun tidak selesai sampai dengan berakhirnya masa periode. Karena pembahasan RUU Advokat tidak selesai pada periode 2009–2014, apabila akan dilakukan revisi UU Advokat pada DPR periode 2014-2019, proses legislasi harus diulang dari awal. Sehingga perlu disusun Naskah Akademik dan draft RUU Advokat yang baru. Dengan demikian kembali terbuka ruang diskusi untuk menyempurnakan substansi dan pembahasan RUU Advokat yang telah dilakukan oleh DPR periode sebelumnya.

Salah satu hal krusial yang telah disetujui Panja dalam draft RUU Advokat saat itu adalah pembentukan organ Dewan Advokat Nasional. Akan tetapi pembahasan kewenangannya ditunda hingga akhir periode berakhir.
Pokok-Pokok draft Revisi UU Advokat
1 Fungsi, kedudukan, dan wilayah kerja advokat
2 Hak dan Kewajiban
3 Pengangkatan, Sumpah atau Janji, dan Pemberhentian
4 Organisasi Advokat
5 Dewan Advokat Nasional
6 Kode Etik dan Dewan Kehormatan-Majelis Kehormatan
7 Partisipasi Masyarakat
8 Larangan dan Ketentuan Pidana

Arsul Sani menilai bahwa Revisi UU Advokat harus bisa memberikan jalan keluar atas perpecahan dan perseteruan organisasi advokat, di mana solusi yang kontekstual dengan persoalan saat ini adalah organisasi advokat berbentuk federasi.

Organisasi federasi nantinya direncanakan hanya masuk pada ranah regulator dan penegakan kode etik sementara organisasi advokat lainnya yang berada di bawah federasi adalah pelaksana regulasi, termasuk rekruitmen & pengembangan kompetensi advokat. Adapun keberadaan Dewan Advokat Nasional dapat berperan penting dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya roda organisasi advokat.

Oleh karena itu, Fraksi PPP meminta agar advokat baik secara individu maupun organisasi memberikan masukan terkait perubahan UU Advokat agar bisa masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2018. Opsinya bisa mengajukan draft RUU Advokat yang pernah dibahas, atau mengajukan draf yang baru sama sekali.

“Kembali ke masing-masing organisasinya (organisasi advokat), pilihannya apa, disuarakan dulu”, kata politisi PPP yang tengah cuti dari profesi advokatnya ini saat menutup sesi diskusi.
Tags:

Berita Terkait