Advokat Minta MA Kaji Lagi Keberadaan SKMA 73/2015, Ini Alasannya
Berita

Advokat Minta MA Kaji Lagi Keberadaan SKMA 73/2015, Ini Alasannya

Mulai dari SKMA tak masuk kategori peraturan perundang-undangan hingga adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 035/PUU-XVI/2018.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Demikian pula pendapat Pihak Terkait Mahkamah Agung (MA) yang menyebutkan, “Sejak UU No. 18 Tahun 2003 disahkan hingga sekarang, regulasi tentang Advokat ini telah 19 kali diuji di MK. Hal ini tentu bisa ditinjau dari 2 sisi. Satu: Bahwa adanya semangat perbaikan terus menerus terhadap kualitas penegakan hukum secara konstitusional. Dua: Hanya ‘libido’ kekuasaan semata untuk meraih eksistensi diri maupun keuntungan pribadi melalui organisasi profesi. Kalau tujuan pertama yang hendak disasar oleh para Pemohon uji materi UU Advokat ini, tentu kita semua, bangsa Indonesia harus mendukungnya, tetapi kalau kemudian hanya demi meraih kekuasaan dan melanggengkan konflik kepentingan, maka tidak salah kalau kita diingatkan oleh peribahasa lama: Buruk rupa, Mahkamah dibelah!”

 

“Perlu dicatat dalam putusan ini, MA dalam persidangan menyatakan tidak ingin lagi terseret pada konflik (berkepanjangan, red) serta tidak dalam posisi mengakui atau tidak mengakui kedua organisasi (PERADI dan KAI) yang bertikai.”  

 

Dia mengapresiasi positif sikap MK melalui putusan MK No. 35 Tahun 2018 ini, karena tetap konsisten mengutip pertimbangan Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014 dan Putusan MK No. 36/PUU-XIII/2015 bertanggal 29 September 2015 yang menyatakan:

“Berkaitan keinginan sebagian anggota Advokat yang menghendaki bentuk organisasi Advokat tetap bersifat organisasi tunggal (single bar) atau akan dilakukan perubahan menjadi bentuk organisasi multi organ (multibar), hal tersebut juga telah ditegaskan dalam putusan Mahkamah, dimana Mahkamah telah berpendirian bahwa hal ini merupakan bagian dari kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang untuk menentukan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi advokat di Indonesia.”

 

Dia mengklaim Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014 dan Putusan MK No. 36/PUU-XIII/2015 secara eksplisit menyebutkan eksistensi KAI sebagai organisasi advokat. Dengan demikian, KAI berhak menjalankan wewenangnya menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian advokat, mengangkat advokat dan mengusulkan anggotanya untuk mengucapkan sumpah atau janji pada sidang terbuka di Pengadilan Tinggi. “KAI mengucapkan selamat kepada seluruh Advokat Indonesia atas putusan Mahkamah yang tetap memberi kebebasan dan kemadirian kepada organisasi advokat.”

 

Menurutnya, putusan ini semakin meneguhkan agar jangan menutup mata terhadap masa depan dunia advokat yang multibar. Terpenting diperhatikan, pendapat MA dan politik hukum pemerintah untuk mendorong pembentuk UU agar membahas kembali RUU Advokat yang secara history juga telah diperjuangkannya. “Ini kesempatan baik, karena itu saya mengajak kepada DPN PERADI untuk duduk bersama-sama dengan DPP KAI merumuskan RUU Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia yang disesuaikan perkembangan zaman,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait