Akademisi FH Trisakti Beberkan 7 Modus Kecurangan Pemilu 2024
Melek Pemilu 2024

Akademisi FH Trisakti Beberkan 7 Modus Kecurangan Pemilu 2024

Mulai dari vote buying, mobilisasi daftar pemilih khusus, hingga penggelembungan suara.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Ketiga, intimidasi penyelenggara pemilu. Biasanya aparatur negara seperti Polri, TNI, dan aparat desa hadir ketika penyelenggara pemilu menyelengggarakan rapat. Seharusnya, aparat negara tak perlu ikut dalam rapat tersebut. Pasalnya untuk memantau kegiatan jajaran KPU bisa menggunakan teknologi CCTV yang terpasang di setiap kantor KPU.

“Kehadiran aparatur negara pada TPS sangat mungkin mendekati pemilih dan secara terselubung agar memilih calon tertentu,” ujar Fickar.

Keempat, kecurangan tidak menutup kemungkinan terjadi pada sistem teknologi informasi yang digunakan dalam pemilu. Fikar melihat KPU menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) yang funggsinya membantu rekapitulasi suara yang dilakukan KPU. Melalui sistem tersebut data penghitungan suara dimasukan secara elektronik. Sirekap juga berfungsi mendokumentasi hasil pemungutan suara sementara di TPS dan mempublikasikan kepada masyarakat secara cepat.

Kendati pemanfaatan teknologi dapat membantu penyelenggaraan pemilu, tapi Fickar mendeteksi potensi kecurangan terungkap ketika ada perbedaan jumlah suara antara yang tersimpan dalam sistem komputer dengan formulir C1. Akibatnya, bakal muncul kebingungan mana yang akan digunakan sebagai acuan penghitungan suara keseluruhan.

Kelima, penambahan atau mobilisasi pemilih yang diklaim masuk daftar pemilih khusus. Fickar berpendapat perbedaan aturan yang diterbitkan KPU RI dengan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga bisa disebut sebagai bentuk kecurangan. Misalnya, UU 7/2017 mengatur tanda bukti KTP sebagai pemilik suara hanya dapat digunakan pada wilayah domisili. Sedangkan KPU melalui edarannya menginstruksikan pemilik KTP boleh menggunakan hak pilihnya di TPS sekalipun bukan tempat domisili.

Keenam, modus kecurangan berupa mencoblos surat suara cadangan. Setiap TPS menurut Fickar memiliki surat suara cadangan sebesar 2 persen dari jumlah pemilih. Dia mencatat modus ini terjadi pada pemilu 2019 silam dan dilakukan secara sengaja. Ketujuh, penggelembungan surat suara yang kerap terjadi ketika waktu jeda istirahat. Menurut Fickar jeda istirahat merupakan titik rawan karena pengawasannya sangat minim baik petugas dan saksi.

Dianggap bermasalah

Terpisah Ketua Badan Pengurus Nasional (BPN) Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengatakan koalisi organisasi masyarakat sipil menilai penyelenggaraan Pemilu 2014 terutama hari pemungutan suara 14 Februari 2024 lalu mengkonfirmasi pemerintahan Presiden Joko Widodo telah melakukan mobilisasi sumber daya negara. Tujuannya untuk memenangkan Capres-Cawapres yang didukung Presiden Jokowi yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait