Akademisi Ini Jelaskan Konsekuensi Logis Masuknya Pidana Khusus dalam RKUHP
Profil

Akademisi Ini Jelaskan Konsekuensi Logis Masuknya Pidana Khusus dalam RKUHP

Dampaknya bakal ada turbulensi dalam implementasinya bagi penegak hukum di awal dalam penanganan perkara tindak pidana khusus.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Namun dia optimis, setelah berjalannya waktu aparat penegak hukum bakal paham kapan menggunakan KUHP yang baru dan UU eksisting dalam menangani perkara tindak pidana khusus. Sebab, RKUHP hanya menarik sedikit pasal dari UU eksisting yang mengatur tindak pidana khusus. Selebihnya, UU eksisting masih tetap berlaku dalam penanganan tindak pidana khusus.

Kedua, masuknya tindak pidana khusus menjadi bridging (jembatan) antara KUHP yang mengatur tindak pidana bersifat umum dengan UU yang bersifat khusus. “Jadi ini seperti konsolidasi dalam menata kembali hukum nasional. Jadi tanaman yang liar itu mau ditata beriringan dengan tanaman besar sebagai induknya,” ujarnya mengibaratkan.

Ketiga, dalam hukum pidana nantinya mengacu pada sistem bangunan hukum pidana nasional. Pendek kata, masuknya pidana khusus diatur menjadi satu sistem. Menurutnya, Buku I RKUHP menjadi induk. Boleh dibilang, apapun problem dalam penanganan tindak pidana khusus harus dikembalikan ke dalam rumus buku I KUHP untuk menemukan jawabannya.

“Dalam UU yang bersifat khusus apapun karakter kekhasannya, tetap mengacu pada buku ke-1 RKUHP,” lanjutnya.

Keempat,kriteria. Menurut pria yang juga menjadi bagian anggota Tim Perumus RKUHP di internal pemerintah itu, ada sejumlah kriteria memasukkan lima jenis tindak pidana khusus tersebut. Seperti adanya dampak viktimisasi yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut sangat luas.

Kemudian dilakukan secara terorganisir dengan menggunakan sarana teknologi informasi, kejahatan asal menjadi predicate crime dari tindak pidana pencucian uang, diperlukan lembaga khusus menangani kejahatan tersebut. Kemudian lahir dari konvensi internasional dan adanya celaan besar terhadap kejahatan khusus tersebut.

“Kita sangat membutuhkan KUHP baru. Karena KUHP yang berlaku saat ini peninggalan kolonial. Kita sangat tragis sudah merdeka puluhan tahun, tapi tidak bisa buat KUHP nasional sendiri,” keluhnya.

Sebagai informasi, nasib RKUHP pada 2019 silam sempat hendak diambil keputusan di rapat paripurna DPR karena diklaim telah rampung pembahasannya antara DPR dan pemerintah, meski dinilai sejumlah elemen masyarakat masih banyak masalah. Hingga akhirnya mendapat penolakan melalui aksi demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat, sehingga pengesahan akhirnya ditunda.   

Kemudian, DPR dan pemerintah sepakat memasukkan RKUHP dalam daftar Prolegnas Prioritas 2022 dengan nomor urut 29. Sebelumnya pemerintah kembali melakukan road show menyerap masukan dari banyak perguruan tinggi. Langkah yang sama pun dilakukan oleh Panja RKUHP di DPR. Namun hingga kini, pemerintah belum juga menyerahkan draf RKUHP terakhir (final) versi pemerintah ke DPR.

Tags:

Berita Terkait