Akademisi Ini Sebut Vonis Mati Efektif untuk Kasus Kejahatan Seksual
Profil

Akademisi Ini Sebut Vonis Mati Efektif untuk Kasus Kejahatan Seksual

Dalam kasus kekerasan seksual seperti kasus Herry Wirawan hukuman mati efektif karena pelakunya terbukti tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan adanya relasi kuasa.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Soal UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang belum lama ini disahkan, Rustamaji menilai beleid tersebut tidak mengatur tentang hukuman mati. Secara teoritis para pengusung RUU TPKS tidak menggunakan teori pembalasan, tapi memperbaiki. UU TPKS menyasar pelaku kekerasan seksual, tapi tidak menjadi ajang balas dendam sehingga tidak ada ketentuan yang mengatur hukuman mati.

Dengan begitu menurutnya, sekarang selain KUHP dan UU Perlindungan Anak, penuntut hukum bisa membangun konstruksi tuntutan dengan mengacu UU TPKS. Jika yang digunakan KUHP dan UU No.17 Tahun 2016 pidananya bisa mengarah pada hukuman mati. Jika yang digunakan UU TPKS, maka tidak akan muncul tuntutan hukuman mati.

“Bukan berarti antar aturan tersebut tidak sinkron dalam hal penghukuman, tapi terkait dengan konstruksi hukum apa yang digunakan penuntut umum dalam menangani kasus. Selain itu terkait juga apakah hakim ultra petita atau tidak,” ujarnya.

Rustamaji berpendapat HAM dapat dibatasi melalui UU atau putusan hakim. Oleh karena itu, hukuman mati tidak melanggar HAM sepanjang telah diatur dalam UU. Hukuman mati untuk kasus kekerasan seksual tergolong efektif karena pelakunya tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan ada relasi kuasa. Relasi kuasa itu bentuknya beragam.  

“Misalnya antara majikan dan pekerjanya; dosen dengan mahasiswi; ustad dengan santriwatinya dan lainnya. Relasi kuasa ini yang sangat berbahaya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait