Aliansi Nasional Reformasi KUHP: 6 Isu Krusial Bermasalah dalam RKUHP
Utama

Aliansi Nasional Reformasi KUHP: 6 Isu Krusial Bermasalah dalam RKUHP

Tetap menolak dan meminta DPR menunda pengesahan RKUHP.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Sejumlah aktivis dari jaringan masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menggelar aksi unjuk rasa menolak RKUHP di depan Istana Presiden, Kamis (1/12/2022). Foto: RES
Sejumlah aktivis dari jaringan masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menggelar aksi unjuk rasa menolak RKUHP di depan Istana Presiden, Kamis (1/12/2022). Foto: RES

Pemerintah dan DPR akan mengesahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU dalam rapat paripurna terdekat. Namun, sejumlah substansi RKUHP masih menuai penolakan dalam sejumlah elemen masyarakat terutama pasal-pasal yang bernuansa anti demokrasi, mengancam hak kebebasan berekspresi/berpendapat, serta berpotensi merampas hak-hak rakyat.   

Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP Nugraha mengatakan ada 6 isu krusial ‘masih bermasalah’ dalam draf RKUHP yang telah disepakati DPR dan pemerintah dalam pengambilan keputusan tingkat satu. Pertama, pasal penghinaan presiden, lembaga negara dan pemerintah. Sebab, pasal-pasal tersebut dianggap merugikan hak-hak rakyat saat menyampaikan aspirasinya.   

Soalnya, rakyat secara tidak langsung dibungkam ketika hendak mengkritik kerja-kerja atau kebijakan presiden, lembaga negara, dan rezim pemerintahan yang berkuasa. Padahal, rakyatlah yang sejatinya memilih mereka berkuasa dan menggaji dengan pajak yang dipungut dari seluruh masyarakat. Seharusnya, masyarakat diberikan keleluasaan dalam mengkritik kinerja atau kebijakan presiden, lembaga negara, dan pemerintah agar bekerja menjadi lebih baik.

Kedua, pasal yang mengatur pawai dan unjuk rasa. Bagi Aliansi, kata Nugraha, pasal tersebut merugikan rakyat. Soalnya menutup ruang publik dalam berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Misalnya aksi ‘Kamisan’ yang sudah digelar sebanyak 775 kali. Padahal, aksi tersebut kerap dilakukan dengan tertib serta adanya pemberitahuan terlebih dahulu. Namun masih saja dihalang-halangi dan dihambat.

“Rakyat membutuhkan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat,” ujar Nugraha dalam Konferensi Pers di Taman Pandang, Istana Merdeka, Kamis (1/12/2022) kemarin.

Baca Juga:

Ketiga, pasal tentang tindak pidana korupsi. Menurutnya, pengaturan pasal tindak pidana korupsi dalam draf RKUHP menunjukkan keberpihakannya terhadap penguasa. Sebab, sanksi pidana hukuman badan atau penjara serta denda bagi pelaku tindak pidana korupsi malah diturunkan.

Tags:

Berita Terkait