Alih Keterampilan Pekerja Asing ke Lokal Belum Optimal
Berita

Alih Keterampilan Pekerja Asing ke Lokal Belum Optimal

Pemerintah harus memperbesar peluang pekerja lokal agar mampu menempati jabatan yang biasa dipegang tenaga kerja asing (TKA).

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Menakertrans Muhaimin Iskandar. Foto: Sgp
Menakertrans Muhaimin Iskandar. Foto: Sgp
Sebuah situasi dilematis kini dihadapi Indonesia. Di tengah rezim keterbukaan investasi melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN dan semakin terbukanya investasi asing, serbuan Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia sudah di depan mata. Tetapi alih keterampilan asing kepada tenaga kerja lokal belum sepenuhnya berjalan.

Meskipun pintu bagi asing semakin terbuka, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, justru menyebut jumlah TKA yang masuk ke Indonesia berkurang dalam tiga tahun terakhir. Menurutnya, penurunan itu dipengaruhi oleh investasi, laju perekonomian Indonesia dan kebijakan yang ketat. Selain itu keberadaan TKA harus memberikan kemajuan bagi pengembangan kualitas tenaga kerja di Indonesia lewat alih keterampilan dan teknologi.

“Pemberi kerja atau perusahaan harus memastikan TKA mengalihkan keahlian dan keterampilan kepada tenaga kerja lokal yang bekerja di perusahaannya," kata Muhaimin.

Oleh karenanya penggunaan TKA harus mendorong pembukaan lapangan kerja bagi pekerja lokal. Ketika pemberi kerja mengajukan kebutuhan TKA, pemerintah mempertimbangkan berapa banyak manfaat yang bisa diperoleh untuk pekerja lokal. Jika tidak sesuai kebutuhan, Muhaimin menekankan akan menolak pengajuan itu.

Mengacu data Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan Kemenakertrans selama tahun 2013, tercatat ada 68.957 orang TKA yang bekerja di Indonesia. Jumlah itu menurun dibanding data IMTA tahun 2012 yang mencapai 72.427 orang dan tahun 2011 sebanyak 77.307 orang. Tahun 2013, mayoritas TKA berasal dari China (14.371), Jepang (11.081), Korea Selatan (9.075), India (6.047) dan Malaysia (4.962). Dari jumlah itu 36.913 orang TKA bekerja di sektor perdagangan dan jasa, 24.029 industri dan 8.015 pertanian. Sedangkan jabatan yang paling banyak diisi TKA seperti advisor/consultan, manager, direksi, supervisor, teknisi dan komisaris.

Meskipun jumlah yang mengajukan IMTA mengalami penurunan, Sekjen OPSI Timboel Siregar, meminta pemerintah memperketat aturan masuknya TKA ke Indonesia. Sebab, ia melihat selama ini alih keterampilan belum dijalankan optimal.

Kalau tidak diperketat, lambat laun kehadiran TKA secara massif ke Indonesia akan berdampak pada pekerja lokal. Ketiadaan transfer keterampilan menyebabkan pekerja lokal sulit menempati posisi yang selama ini diduduki TKA. Seharusnya, kata Timboel, pemerintah membuat regulasi yang memberikan kesempatan sama kepada TKA dan tenaga kerja lokal untuk menduduki posisi yang sama.

Jika hal itu tidak dilakukan, Timboel melanjutkan, pemerintah mengabaikan Pasal 4 huruf c UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan itu intinya mengamanatkan pemerintah, terutama Kemenakertrans untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan pekerja.

Timboel melihat pemerintah menyebut keberadaan TKA harus memberikan kemajuan bagi SDM di Indonesia. Keinginan ini sulit terlaksana karena regulasi yang ada membolehkan pemberi kerja mengganti TKA yang habis masa kerjanya dengan yang lain. Dengan begitu maka proses alih keterampilan dan teknologi dari TKA kepada pekerja local terhambat.

“Itu berarti akan menghambat alih keterampilan dan alih teknologi. Apalagi tidak ada regulasi yang menyatakan secara eksplisit berapa lama alih keterampilan dan alih teknologi itu harus dilakukan,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Senin (18/8).

Untuk membenahi hal itu Timboel mengusulkan agar Kemenakertrans aktif dalam melakukan pengawasan terhadap TKA. Misalnya, melakukan pemeriksaan di perusahaan yang mempekerjakan TKA. Bukan saja mengawasi jabatan yang disandang TKA atau perselisihan ketenagakerjaan, tetapi juga mekanisme pembayaran upah.
Tags:

Berita Terkait