Altruist Lawyers Sepakat, Penerapan Putusan MK No. 23/2021 Harus Tegas dan Terbatas
Terbaru

Altruist Lawyers Sepakat, Penerapan Putusan MK No. 23/2021 Harus Tegas dan Terbatas

Penerbitan Putusan MK No. 23/2021 membawa sejumlah perubahan dalam mekanisme kepailitan dan PKPU, salah satunya: terbukanya upaya hukum kasasi terhadap putusan PKPU.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 9 Menit

 

Konsekuensi Putusan MK No. 23/2021

Hukumonline.comPartner Altruist Lawyers, Febryan R. Yusuf, Bobby C. Manurung, dan Bosni G. Wibowo. Foto: istimewa.

 

Menanggapi Putusan MK No. 23/2021, tidak dapat dimungkiri terdapat berbagai ragam pendapat, baik pro maupun kontra. Secara prinsip, pro-kontra ini mendasar pada pertentangan antara asas keadilan; asas kepastian; serta asas maupun roh yang terkandung dalam UU K-PKPU.

 

Partner Altruist Lawyers, Febryan Reza Yusuf, S.H. menilai, akan ada konsekuensi positif maupun negatif dari pemberlakuan setiap ketentuan. Secara umum, konsekuensi positif dari Putusan MK No. 23/2021 adalah terjaminnya keseimbangan kepentingan antara para kreditur dan debitur. Terbukanya upaya hukum kasasi terhadap Putusan PKPU, secara yuridis-formil juga menjamin pengawasan terhadap Putusan Pengadilan Niaga, sehingga menjamin putusan yang objektif, jelas, dapat dimengerti, serta konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis maupun putusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

“Hal ini karena Putusan PKPU yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga dapat diperiksa pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung sebagai badan yang melakukan pengawasan tertinggi terhadap setiap penyelenggaraan peradilan,” kata Febryan.

 

Seperti dua sisi koin, ada pula dampak negatif yang muncul. Bagaimanapun, tidak tegas dan terbatasnya penerapan ketentuan upaya hukum terhadap Putusan PKPU pasca Putusan MK No. 23/2021 akan mencederai jiwa UU K-PKPU itu sendiri. Beberapa konsekuensi yang mungkin muncul, di antaranya tidak adanya keseimbangan kepentingan antara debitur dan kreditur; proses PKPU yang berlarut-larut tidak mencerminkan peradilan cepat; serta tawaran perdamaian yang telah disepakati menjadi tidak mengikat semua pihak sehingga terjadi ketidakpastian.

 

Oleh karenanya, baik itu pihak debitur maupun kreditur sebagai pengusaha, dituntut untuk sama-sama beriktikad baik, sehingga kepentingan dari pihak debitur (terkait dengan keberlangsungan usaha) dan kreditur (pembayaran piutang-piutangnya) dapat sama-sama terpenuhi secara adil dan seimbang.

 

Penerapan Tegas dan Terbatas

Meski koreksi terhadap ketentuan Pasal Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) sebagaimana termuat dalam Putusan MK No. 23/2021 sudah cukup tepat, pada praktiknya, tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan implementasi dan penafsiran atas perubahan. Hal ini disampaikan oleh salah satu Partner Altruist Lawyers, Bobby C. Manurung, S.H., M.H. Mengacu pada kedua rekannya, ia pun sepakat, salah satu upaya untuk mengontrol risiko adalah penerapan ketentuan yang harus tegas dan terbatas.

 

Pada dasarnya, Majelis Hakim memang berupaya untuk melakukan kontrol atas iktikad baik kreditur, tetapi, tetap perlu adanya kontrol untuk mencegah iktikad para debitur yang tidak ingin bertanggung jawab atas kewajibannya. Kontrol ini dapat diterapkan ke dalam berbagai ketentuan, di mana para pihak dituntut untuk menghargai hal-hal yang sudah menjadi kesepakatan selama proses PKPU. 

Tags: