Anomali Asas Non Retroaktif dalam Putusan MK Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK
Kolom

Anomali Asas Non Retroaktif dalam Putusan MK Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK

Jangan sampai putusan MK ini justru dipergunakan sebagai alat oleh pemerintah untuk menyalahgunakan kekuasaan untuk melindungi kepentingan semata.

Bacaan 5 Menit

Menurut Bagir Manan sebagaimana dikutip oleh Irfan Fachruddin bahwa menggunakan istilah “batal” dalam konteks putusan yang “prospektif” atau bersifat ex nunc atau pro future yaitu putusan yang berlaku ke depan. Karakteristik putusan MK prospektif diatur pada Pasal 58 UU MK yakni, “Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Pada praktiknya asas retroaktif dengan segala bentuk dan alasan apapun juga tidak dikehendaki karena dianggap akan menimbulkan suatu bias hukum, tidak ada kepastian hukum dan akan menimbulkan kesewenang-wenangan dari pelaksanaan hukum dan politik.

Menurut pendapat ahli Prof. Indriyanto Seno Adji, larangan retroaktif harus dipegang teguh, karena prinsip dari apa yang dinamakan prinsip rules of law, karakteristik dari negara demokratis, karakteristik dari free trial, mencegah pemberlakukan asas retoaktif.

Dalam kacamata hukum tata negara asas retroaktif dalam diberlakukan hanya dalam kondisi darurat. Yang dikenal dengan istilah “abnormal recht voor abnormale tijden” (hukum darurat untuk kondisi darurat) namun tetap pemberlakukan asas retroaktif hanya berlaku sementara selama negara masih berada dalam kondisi darurat.

Keberadaan asas non retroaktif merupakan sebuah bukti nyata dari pada perlindungan hak asasi manusia, terlebih lagi untuk mencegah dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I UUD 1945. Lebih buruk lagi bila melalui putusan MK ini, The Guardian of Constituion mengangkangi konstitusi itu sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa putusan MK yang menyatakan suatu undang-undang bertentangan dengan undang-undang dasar dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, maka putusan tersebut tidak diperbolehkan berlaku surut. Ini sejalan dengan karakteristik putusan MK yang berlaku ex nunc atau berlaku ke depan, semenjak putusan tersebut diucapkan di depan publik, dan tidak berlaku ex tunc atau ke belakang/surut.

Menurut hemat Penulis, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 selayaknya berlaku bagi pimpinan KPK yang baru, sehingga harus dilakukan seleksi dan rekrutmen untuk menggantikan pimpinan KPK periode 2019-2023. Hal ini sejalan dengan salah satu karakteristik putusan MK yaitu prospektif (ex nunc) yaitu putusan yang berlaku ke depan.

Tags:

Berita Terkait