Apa Bedanya 4 Hak ‘Sakti’ Presiden: Amnesti, Abolisi, Grasi, dan Rehabilitasi?
Berita

Apa Bedanya 4 Hak ‘Sakti’ Presiden: Amnesti, Abolisi, Grasi, dan Rehabilitasi?

Hak istimewa yang selektif penggunaannya. Harus melibatkan perwakilan rakyat dan Mahkamah Agung.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Hanya saja Bayu mengatakan bahwa regulasi darurat ini sebenarnya sudah tidak berlaku. “Sudah tidak valid, norma konstitusi yang jadi rujukannya sudah gugur dengan pasal 14 ayat UUD 1945 setelah amandemen,” ia menambahkan. Alasannya karena UU Darurat No.11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi adalah pelaksana pasal 107 UUD Sementara 1950 yang sudah tidak berlaku.

Pengaturan grasi ada pada UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana diubah dengan UU No. 5 Tahun 2010 juncto putusan Mahkamah Konstitusi No. 107/PUU-XIII/2015. Sedangkan rehabilitasi selalu mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Grasi tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana. “Grasi itu ujungnya tidak selalu berujung pada menghapus pemidanaan,” kata Bayu.

Sanksi pidana yang dapat diberikan grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah dua tahun. Terpidana mengakui kesalahannya atas putusan berkekuatan hukum tetap lalu meminta pengampunan Presiden.

Rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang setelah terbukti tidak bersalah atau terjadi salah penerapan hukum dalam rangkaian proses peradilan pidana. Rehabilitasi otomatis diberikan dalam putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap jika terdakwa dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan. Rehabilitasi juga bisa diajukan melalui praperadilan terhadap kesalahan prosedur.

Amnesti adalah menghapus semua akibat hukum pidana pada terpidana. Sementara itu abolisi adalah meniadakan penuntutan dalam proses peradilan pidana. Bayu menekankan bahwa pembedaan lembaga yang menjadi tempat meminta pertimbangan semata-mata karena perbedaan akibat hukum dari penggunaan hak istimewa. “Tidak ada hubungannya dengan perkara politik atau non politik, diberikan untuk individu atau kelompok, ini karena berbeda akibat hukumnya,” katanya.

Menurut Bayu, saat ini hanya grasi yang diatur lebih rinci dalam suatu undang-undang khusus. Ia mengusulkan agar pemerintah segera menyusun undang-undang secara lengkap mengenai prosedur pelaksanaan keempat hak istimewa tersebut. “Apalagi rehabilitasi dalam KUHAP itu berbeda dengan yang ada dalam UUD 1945,” ia menambahkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait