Apa yang Salah dengan TGPTPK?
Fokus

Apa yang Salah dengan TGPTPK?

Ketua Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) Andi Andojo Soetjipto menyatakan mundur sebagai ketua TGPTPK. Alasannya, ia merasa sudah tujuh bulan TGPTPK bekerja, tapi belum ada satupun perkara korupsi yang bisa diajukan ke pengadilan. Ia juga menilai tidak ada itikad serius dari pemerintah untuk memberantas korupsi.

Nay/APr
Bacaan 2 Menit

Hambatan lain adalah posisi TGPTPK yang ada di bawah koordinasi Kejaksaan Agung. Dengan posisi ini, setiap surat perintah penyidikan yang dilakukan oleh TGPTPK harus dikeluarkan oleh jaksa agung. Dengan kondisi jaksa agung dan Kejaksaan Agung yang masih seperti sekarang, hal ini jelas menjadi masalah.

Sebagai contoh adalah kasus Texmaco. TGPTPK sebenarnya berencana untuk membuka kembali kasus Texmaco yang telah di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Namun karena Jaksa Agung tidak setuju dan tidak memberikan izin, maka kasus itu tetap dipetieskan.

Contoh yang lebih absurd adalah ketika rapat pleno TGPTPK memutuskan agar kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ditangani oleh Jampidsus. Alasan anggota TGPTPK yang juga seorang jaksa adalah bahwa kasus BLBI ini dinilai sebagai kasus yang pembuktiannya sulit. Ini jelas aneh. Bukankan berdasarkan UU No 31 Tahun 1999, TGPTPK dibentuk untuk menangani kasus korupsi yang sulit pembuktiannya?

Yang juga menjadi pertanyaan adalah bagaimana anggota TGPTPK yang lain dapat menyetujui usul seorang anggota yang jaksa itu, sehingga penanganan kasus BLBI oleh Jampidsus menjadi kesepakatan antara TGPTPK dengan kejaksaan.

Ketentuan bahwa hanya anggota TGPTPK yang berasal dari unsur kejaksaan dan kepolisian saja yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan juga merupakan suatu masalah tersendiri. Anggota yang masih aktif sebagai jaksa dan polisi ini akhirnya menghambat tugas TGPTPK karena tidak dapat bersikap independen dalam menangani kasus-kasus  yang menyangkut instansinya, seperti yang terjadi dalam kasus Texmaco dan BLBI tadi.

Di sisi lain, anggota yang berasal dari unsur masyarakat, yang notabene lebih independen terhadap para penegak hukum karena tidak mempunyai hubungan struktural, tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan. Anggota non-jaksa dan polisi ini hanya bertugas sebagai pengawas dan asistensi.

Perlunya izin dari pengadilan negeri untuk melakukan penyitaan, penggeledahan, atau pemblokiran juga menjadi kendala TGPTPK. Pernah, ketika TGPTPK meminta izin ketua pengadilan negeri (PN) untuk melakukan penyitaan terhadap seorang pejabat pengadilan, ketua PN tersebut menyatakan bahwa karena menyangkut orang penting maka harus ada izin dari ketua pengadilan tinggi (PT).

Tags: