Apindo Finalisasi Draft Gugatan UMP DKI Jakarta ke PTUN
Terbaru

Apindo Finalisasi Draft Gugatan UMP DKI Jakarta ke PTUN

Melalui gugatan itu Apindo berharap ada kepastian hukum terkait kebijakan pengupahan apakah yang digunakan aturan dari pemerintah pusat atau Pemprov DKI Jakarta.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menemui massa buruh di depan Balai Kota, yang keberatan atas UMP yang ditetapkan pemerintah hanya naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen, Senin (29/11/2021) lalu. Foto: RES
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menemui massa buruh di depan Balai Kota, yang keberatan atas UMP yang ditetapkan pemerintah hanya naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen, Senin (29/11/2021) lalu. Foto: RES

Rencana Apindo Jakarta menggugat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2022 terus bergulir. Ketua Bidang Pengupahan dan Jamsos DPP Apindo Jakarta, Nurjaman, mengatakan sampai saat ini Apindo Jakarta masih melakukan finalisasi draft gugatan yang nantinya akan dilayangkan ke PTUN Jakarta. “Sampai hari ini kami masih melakukan finalisasi,” kata Nurjaman ketika dihubungi, Selasa (11/1/2022).

Nurjaman mengatakan gugatan ini bukan soal polemik antara Apindo Jakarta dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tapi, sebenarnya soal perselisihan antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta terkait penetapan UMP Jakarta 2022. Sebab, pemerintah pusat telah menerbitkan kebijakan terkait pengupahan, antara lain PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Beleid itu mengatur tentang kebijakan pengupahan yang harus dilaksanakan oleh semua pemerintah daerah. Masalahnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak menggunakan itu dalam menetapkan UMP tahun 2022 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1517 Tahun 2021.

Polemik tersebut membuat kalangan pengusaha kebingungan mana aturan UMP yang harus dipatuhi, apakah PP No.36 Tahun 2021 atau Keputusan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Nurjaman mengatakan sebelumnya Gubernur DKI Jakarta telah menetapkan UMP tahun 2022 sesuai dengan formula yang diatur PP No.36 Tahun 2021 melalui Keputusan Gubernur No.1395 Tahun 2021. Tapi Keputusan Gubernur DKI Jakarta itu dicabut setelah terbit Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1517 Tahun 2021.

Mengingat pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta punya aturan masing-masing terkait kebijakan, Nurjaman mengatakan kalangan pengusaha butuh perlindungan dan kepastian hukum. Salah satu caranya yakni menggugat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1517 Tahun 2021 ke PTUN. “Pengusaha kebingungan mau ikut aturan pemerintah pusat atau DKI Jakarta karena masing-masing mengklaim aturannya yang paling benar. Kami tidak mau disalahkan. Karena itu, kita mencoba mencari perlindungan dan kepastian hukum melalui gugatan ke PTUN,” ujarnya.

Nurjaman menegaskan Apindo akan mematuhi apapun putusan PTUN. Jika putusan itu nanti mengabulkan gugatan, Apindo sangat berterima kasih. Sebaliknya, jika gugatan ditolak, Apindo akan patuh menjalankannya. Menurutnya, yang jadi persoalan bukan besar atau kecil nominal UMP, tapi benar atau tidaknya regulasi yang diterbitkan. (Baca Juga: Revisi UMP Gubernur DKI Jakarat Dinilai Langgar 3 Pasal PP Pengupahan)

Menurut Nurjaman, PP No.36 Tahun 2021 tidak masuk dalam konsideran Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1517 Tahun 2021. Beleid yang masuk dalam konsideran, salah satunya UU No.29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Nurjaman melihat baru kali ini dalam sejarah penetapan UMP, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan UU No.29 Tahun 2007 sebagai acuan dalam menerbitkan kebijakan di bidang pengupahan. “Kenapa baru kali ini dia menggunakan UU No.29 Tahun 2007 sebagai pedoman, padahal Gubernur Anies sudah menjadi Gubernur Jakarta sejak beberapa tahun lalu,” imbuhnya.

Jika pemerintah provinsi DKI Jakarta konsisten menjadikan UU No.29 Tahun 2007 sebagai acuan di bidang pengupahan, Nurjaman mengatakan Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta sudah tidak diperlukan lagi. Begitu juga dengan sanksi bagi pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan UMP, karena UU No.29 Tahun 2007 tidak mengatur bentuk sanksinya. Sanksi bagi pengusaha yang tidak menunaikan kewajiban pengupahan termasuk UMP hanya diatur dalam PP No.36 Tahun 2021.

“Keputusan Gubernur No.1517 Tahun 2021 itu tidak ada sanksinya karena sanksi diatur dalam PP No.36 Tahun 2021. Keputusan Gubernur itu tidak menggunakan PP No.36 Tahun 2021 sebagai pedoman, tapi malah memuat aturan lain seperti UU No.29 Tahun 2007 yang tidak mengatur soal sanksi di bidang pengupahan,” keluhnya.

Sekalipun pemerintah provinsi DKI Jakarta membuka peluang bagi pengusaha yang bisnisnya terdampak pandemi Covid-19 untuk mengajukan penyesuaian pembayaran UMP tahun 2022, tapi menurut Nurjaman untuk memperolehnya tidak mudah. Berbagai syarat yang diatur Keputusan Disnakertrans dan Energi Provinsi DKI Jakarta No.3781 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan UMP Tahun 2022 bagi Nurjaman sulit dijalankan.

Misalnya, harus ada berita acara hasil kesepakatan penyesuaian pembayaran UMP tahun 2022 yang ditandatangani oleh perusahaan dan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/buruh. Kemudian laporan laba rugi periode Januari 2021 sampai dengan November 2021 dan Januari 2020 sampai Desember 2020. Serta proyeksi laba rugi tahun 2022. “Ini tidak mudah, sama saja ujungnya tidak jadi karena harus ada kesepakatan dengan serikat buruh dan laporan keuangan serta lainnya,” papar Nurjaman.

Keputusan Disnakertrans dan Energi Provinsi DKI Jakarta No.3781 Tahun 2021 itu mengatur jangka waktu pengajuan permohonan penyesuaian pembayaran UMP Tahun 2022 paling lambat 20 Januari 2022. Pengajuan permohonan ini tidak berlaku bagi 2 kategori pengusaha. Pertama, pengusaha dan/atau pemberi kerja yang pembayaran upahnya telah diatur sebelumnya berdasarkan peraturan Gubernur tentang UMSP dengan besaran upah minimum tahun berjalan lebih tinggi dari UMP Tahun 2022. Kedua, pengusaha dan/atau pemberi kerja yang pembayaran upah minimum tahun berjalan lebih tinggi dari UMP Tahun 2022.

Sebelumnya, Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengatakan per 31 Desember 2021 dari 34 provinsi yang telah menetapkan UMP tahun 2022, sebanyak 29 provinsi menetapkan UMP sesuai formula PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Selain itu, ada 27 provinsi memiliki upah minimum kabupaten/kota di 252 kabupaten/kota dan 236 UMK yang ditetapkan sesuai PP No.36 Tahun 2021.

"Terhadap Gubernur yang menetapkan UMP tahun 2022 tidak sesuai dengan formula PP Nomor 36 Tahun 2021, Menaker telah menyurati masing-masing Gubernur dimaksud agar menyesuaikan penetapan Upah Minimum tahun 2022 dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku," kata Indah sebagaimana keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (1/1/2021) lalu.

Indah mengingatkan PP No.36 Tahun 2021 merupakan aturan turunan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengamanatkan penetapan upah minimum bagian dari program strategis nasional. "Sesuai Pasal 4 PP Nomor 36 Tahun 2021, Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kebijakan pengupahan wajib berpedoman pada kebijakan Pemerintah Pusat," tegasnya. 

Tags:

Berita Terkait