Arbitrase, Pilihan Tanpa Kepastian
Fokus

Arbitrase, Pilihan Tanpa Kepastian

Arbitrase banyak digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, khususnya di bidang perdagangan di antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian. Idenya, sengketa diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi). Namun kenyataan menunjukkan bahwa sengketa yang diselesaikan lewat jalur pengadilan (litigasi) memakan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar.

Oleh:
Leo/APr
Bacaan 2 Menit

Yang ditafsirkan ketertiban umum di situ adalah untuk kasus yang sama saat ini telah ada putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan klausul arbitrase. Jadi kalau putusan arbitrase London dieksekusi, sedangkan  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan klausul arbitrase dibatalkan, ada ketertiban umum yang dilanggar. Pertanyaannya, ketertiban umum siapa dan yang mana telah dilanggar? Seharusnya ketertiban umum dirumuskan secara rinci dan limitatif untuk menghidari ketidakpastian hukum.

Lihat juga putusan Mahkamah Agung dalam perkara E.D & F. MAN (SUGAR) Ltd vs Yani Haryanto pada tahun 1991 yang menjadi kasus pertama bagi Indonesia untuk menolak pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri berdasarkan ketertiban umum.

Menurut Erman Radjagukguk dalam bukunya mengenai Arbitrase, kerap kali pertimbangan politis dipakai sebagai pegangan untuk menyatakan suatu kaidah asing bertentangan dengan ketertiban umum lokal, sehingga hakim menyatakan putusan arbitase tidak perlu diberlakukan.

Kemenangan di atas kertas

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan hukumonline di Panitera Arbitrase Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk tahun 1999 ada 6 putusan arbitrase asing yang dideponir untuk selanjutnya dimintakan eksekuatur kepada Ketua Pengadilan.

Keenam kasus tersebut melibatkan Bankers Trust Co Ltd dan BT Prima Securites melawan PT Mayora Indah Tbk dan PT Jakarta International Hotel Development Tbk. Tidak satu pun dari keenam kasus tersebut yang dikeluarkan eksekusinya. Pertimbangannya, sebagaimana dijelaskan di atas, putusan arbitrase London apabila dijalankan akan mengganggu ketertiban umum.

Untuk tahun 2000 hanya ada 2 kasus yang terdaftar, tetapi hanya satu yang telah dikeluarkan eksekusinya. Pada perkara Noble Cocoa (salah satu Divisi dari Noble Americas Corp) melawan PT Wahana Adireksa, Ketua Pengadilan telah mengeluarkan penetapan eksekusi (eksekuatur) pada Agustus 2000 dengan nomor 143/2000. Satu kasus lainnya, menurut panitera arbitrase, tidak jelas bagaimana akhirnya. Kemungkinan pihak yang kalah telah mau melaksanakan secara sukarela.

Bukan cerita baru kalau eksekusi, jangankan putusan arbitrase, untuk putusan perdata vonis pengadilan hanya merupakan kemenangan di atas kertas saja. Begitu dimintakan eksekusi, berbagai prosedur dan kendala akan ditemui.

Ingat kasus Olimo, pemilik toko onderdil yang bersengketa mengenai setoran kepada perusahaan bus NV King Kong  yang selama 33 tahun tidak kunjung selesai. Tiga kali perintah eksekusi ditunda karena putusan-putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan. Jadi, putusan arbitrase tanpa eksekusi juga tidak ada artinya.

Tags: