Aturan Baru Menkeu, Insentif Pajak Sektor Farmasi Diperpanjang
Berita

Aturan Baru Menkeu, Insentif Pajak Sektor Farmasi Diperpanjang

Berlaku hingga Desember 2021.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan (Menkeu) memperpanjang jangka waktu pemberian fasilitas pajak atas pengadaan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Perpanjangan fasilitas pajak ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2020 yang berlaku mulai 1 Januari 2021 dan berlaku hingga 31 Desember 2021. Beleid ini sekaligus mengganti PMK- 143/PMK.03/2020.

Tak hanya itu, fasilitas pajak penghasilan bagi anggota masyarakat yang membantu upaya pemerintah memerangi wabah Covid-19 melalui produksi, sumbangan, penugasan, serta penyediaan harta sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) juga diperpanjang hingga 30 Juni 2021.

Fasilitas PPN yang berlaku hingga 31 Desember 2021 adalah PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah kepada: badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain atas impor atau perolehan barang kena pajak, perolehan jasa kena pajak, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar negeri; industri farmasi produksi vaksin dan/atau Obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan Covid-19 (untuk fasilitas pajak terkait impor oleh industri farmasi produksi vaksin diatur dalam PMK-188/PMK.04/2020), dan wajib Pajak yang memperoleh vaksin atau obat untuk penanganan Covid-19 dari industri farmasi sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya.

Fasilitas PPh yang diperpanjang hingga 31 Desember 2021 adalah pembebasan dari pemungutan atau pemotongan PPh sebagai berikut: pasal 22 dan Pasal 22 Impor, atas impor dan pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang ditunjuk; Pasal 22, atas pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin atau obat untuk penanganan Covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat; Pasal 22, atas penjualan vaksin dan/atau obat untuk penanganan Covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat kepada Instansi Pemerintah dan/atau badan usaha tertentu.

Kemudian ada Pasal 22, atas penjualan barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid19 oleh pihak yang bertransaksi dengan badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang ditunjuk; pasal 21, atas penghasilan yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang ditunjuk atas jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan Covid-19, dan pasal 23, atas penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagai imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain atas jasa teknik, manajemen, atau jasa lain yang diperlukan dalam rangka penanganan wabah Covid-19.

“Terdapat perubahan ketentuan terkait jenis barang kena pajak yang memperoleh fasilitas pajak dan pihak yang memberikan rekomendasi pemberian insentif pajak kepada industri farmasi produksi vaksin atau obat,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas), Hestu Yoga Saksama, Jumat (15/1). (Baca Juga: Melihat Upaya Pemerintah dalam Optimalisasi Penerimaan Pajak) 

Saat ini tidak hanya vaksin dan bahan bakunya yang memperoleh fasilitas pajak, namun juga peralatan pendukung vaksinasi. Di samping itu, industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat dapat memanfaatkan insentif pajak setelah mendapat surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang sebelumnya menjadi wewenang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Tags:

Berita Terkait