Aturan Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja Mendesak Direvisi
Terbaru

Aturan Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja Mendesak Direvisi

Seperti aturan yang tidak memberi celah pengusaha dapat melakukan PHK secara sepihak tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan industrial; perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang tidak tegas batas waktunya; hingga ketiadaan aturan tentang batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Tepat satu tahun sejak UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat, perbaikan secara formil atas beleid itu belum jelas terlihat. Meski MK memberi rentang waktu dua tahun sebagaimana dalam putusan No.91/PUU-XVIII/2020. Namun, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah terjadi dimana-mana di berbagai sektor industri. Untuk itu, pemerintah diminta segera bergerak cepat untuk merevisi UU 11/2020.

“Jangan ditunda lagi. Perbaikan itu harus segera dilakukan,” ujar anggota Komisi IV Amin AK ujarnya melalui keterangannya di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (22/11/2022).

Dia menilai situasi ketenagakerjaan tak kondusif yang berdampak pada ancaman kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian bagi para pekerja/buruh. Hal ini diperparah dengan berlakunya UU Cipta Kerja yang tak memberi perlindungan layak bagi korban PHK. Karenanya, pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin sebagai penggagas UU 11/2020 perlu melihat realitas di lapangan lantaran banyaknya masyarakat yang menjadi korban PHK.

Bagi kalangan pekerja, sedari awal keberadaan UU Cipta Kerja hanyalah melegitimasi kemudahan masuknya investor asing. Sementara lapangan pekerjaan yang dijanjikan pemerintah melalui UU 11/2020 hanya isapan jempol belaka. Menurutnya, pemerintah perlu mengambil sikap tegas terkait status UU 11/2020 karena putusan MK yang menyatakan 11/2020 inkonstitusional bersyarat dan wajib memperbaikinya dalam dua tahun harus segera dilaksanakan.  

“Putusan tersebut sejatinya menjadi solusi, semestinya dimanfaatkan pemerintah dengan baik untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. Padahal, sebetulnya MK sudah menyelamatkan ‘wajah’ pemerintah dengan tidak membatalkan UU 11/2020 secara keseluruhan, tetapi memberi waktu 2 tahun untuk perbaikan,” kata dia mengingatkan.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyoroti Bab Ketenagakerjaan dalam Pasal 151 ayat (2) dalam UU 11/2020 menyebutkan, “Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh”. Hal ini jelas merupakan PHK sepihak tanpa adanya perundingan terlebih dahulu.

Berbeda halnya dengan Pasal 151 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, “Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh”.

Tags:

Berita Terkait