Bayu Seto H, Ketua Asosiasi Pengajar HPI: RUU HPI Mengatur Boleh Tidaknya Memilih Hukum Asing
Wawancara

Bayu Seto H, Ketua Asosiasi Pengajar HPI: RUU HPI Mengatur Boleh Tidaknya Memilih Hukum Asing

Ikatan Alumni FH UI dan Kementerian Hukum dan HAM menggagas pentingnya RUU Hukum Perdata Internasional. Hubungan lintas negara berpotensi menimbulkan sengketa hukum keperdataan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Bagian HPI yang paling krusial?

Tergantung perspektifnya, iya (banyak aspek) makanya diatur nanti di bidang hukum khusus, bukan di UU HPI, UU HPI nanti hanya menjamin bahwa hukum Indonesia itu berlaku atau nanti mungkin hukum asing yang berlaku.

 

Jadi itu apa hukum Indonesia yang berlaku atau hukum asing yang berlaku di beberapa kasus?

Iya, makanya saya bilang tadi jalannya harus seiring. UU HPI kita sebagus UU HPI Belanda, bermaksud untuk melindungi tapi hukum Indonesia sendiri belum melindungi, hukum materiilnya, hukum sektoralnya, jual-beli, ekspor impor ya tidak ada gunanya UU yang bagus itu.

 

(Baca juga: Urgensi RUU HPI Menurut Tokoh Hukum)

 

Siapa saja pihak yang harusnya memperhatikan HPI ini?

Sebenarnya menurut pendapat saya yang paling utama hakim, cara yang tau metode yang tau berfikirnya hakim. Langkah berfikirnya saja dulu. Sampai sekarang masih kita jumpai hakim yang sudah tahu berlakunya hukum asing. Tapi kan ini diajukan di Indonesia, sehingga yang berlaku hukum di Indonesia. Keliru itu. Sudah jelas ada pilihan hukum, tapi karena dia di Indonesia pilihan hukumnya bisa diabaikan. Keliru lagi itu. Jadi yang paling concern itu, baru lawyer-lawyer, untuk menyusun kontraknya, untuk membela kliennya. Argumentasi HPI yang modern kan harus bisa diperjuangkan di pengadilan. Tapi ketika diperjuangkan hakimnya masih seperti itu, ya percuma juga.

 

Jadi kalau lawyernya sudah concern, sudah bisa meyakini kliennya tapi hakimnya masih menganggap HPI tidak bisa digunakan, kita pakai aturan lama saja?

Itu sering sekali negatif ya. Situasi itu digunakan lawyer asing untuk menasihati kliennya gugat aja di Indonesia kenapa karena lawyer asingnya tau hukum di Indonesia lemah dan kalau diadili itu kan pakai hukum di Indonesia dan pakai hukum di Indonesia klien mereka yang orang asing itu bisa untung, kita yang rugi.

 

Banyak contoh perkara seperti itu?

Tidak banyak dalam arti peradilan di Indonesia yang menangani unsur asingnya penyelesaiannya sangat terbatas pada pasal 16, Pasal 17, dan pasal 18 AB. Kalau kasusnya banyak terus terang saya harus riset. Tapi dari beberapa perkara yang saya tahu itu pemikiran hakim kita perlu dibangun.

 

Program asosiasi terkait HPI?

Pertama asosiasi mau bersama-sama meningkatkan kualitas dosen-dosen HPI di Indonesia dan itu sekarang anggotanya dari Aceh sampai Indonesia Timur. Pertama kita menyusun bahan ajar yang minimal sama di seluruh Nusantara. Minimal ada standar minimum. Tapi kalau dibandingkan dengan UI yang sudah maju, mungkin mereka pakai teori yang lanjut. Tapi terserah, yang penting lulusan sarjana hukum di Indonesia yang lolos mata kuliah HPI punya basic yang kurang lebih sama, mereka tahu a, b, c, dan d saja. Kalau di UI atau di Unpad jadi e, f, g, dan h terserah tapi basic-nya sama semua, tujuan utamanya itu, karena itu menjadi asosiasi pengajar. Tapi karena minat dari lawyer, “Saya juga ingin, saya bukan pengajar saya birokrat” karena itu ditambah asosiasi pengajar dan pemerhati. Birokrat juga masuk terutama Kemenlu dan Kemekumham itu ya kita mau ikutan dong. Awalnya itu asosiasi kita mau ada standar mutu.

Tags:

Berita Terkait