Beberapa Catatan Mengenai Tindak Pidana Makar dalam KUHP
Kolom

Beberapa Catatan Mengenai Tindak Pidana Makar dalam KUHP

​​​​​​​Penegak hukum harus berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan makar agar pasal ini tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis yang menjadi salah satu semangat UUD 1945.

Bacaan 2 Menit

 

Salah satu putusan yang kerap kali dijadikan acuan untuk mempelajari batasan antara perbuatan persiapan dan permulaan pelaksanaan adalah Eindhovense Brandstichting-arrest tanggal 19 Maret 1934 (Arrest Pembakaran Rumah). Dalam pertimbangannya, Hoge Raad menyatakan bahwa suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai permulaan pelaksanaan apabila pelaku sudah melakukan tindakan yang secara langsung dapat menyebabkan terjadinya akibat tanpa harus melakukan tindakan lain.

 

Simons juga menegaskan bahwa suatu percobaan yang dapat dihukum dianggap sebagai telah terjadi, yaitu segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh undang-undang tanpa pelakunya tersebut harus melakukan suatu tindakan yang lain.

 

Selain Eindhovense Brandstichting-arrest, terdapat pula beberapa paham/ajaran tentang percobaan, yaitu paham/ajaran subjektif dan paham/ajaran objektif. Dalam paham/ajaran subjektif, dasar peninjauannya adalah sikap batin pelaku (subjek). Penjelasannya adalah, seseorang yang melakukan suatu percobaan untuk melakukan kejahatan itu pantas dihukum karena orang tersebut telah menunjukkan sikap batin yang jahat.

 

Sementara itu dalam paham/ajaran objektif, dasar peninjauannya adalah tindakan dari si pelaku dimana seseorang yang melakukan suatu percobaan untuk melakukan kejahatan itu pantas dihukum karena tindakan-tindakannya bersifat membahayakan kepentingan-kepentingan hukum tertentu.

 

Pemikiran dari kedua paham/ajaran tersebut berimplikasi pada suatu pemahaman dimana dalam paham/ajaran subjektif, permulaan pelaksanaan yang dapat dipidana adalah permulaan pelaksanaan dari niat pelaku (perbuatan persiapan). Sementara itu, paham/ajaran objektif materil berpendapat permulaan pelaksanaan yang dapat dipidana adalah permulaan pelaksanaan dari kejahatan pelaku dimana pelaku sudah melakukan tindakan yang secara langsung dapat menyebabkan terjadinya akibat tanpa harus melakukan tindakan lain. Terakhir, paham/ajaran objektif formil yang berpendapat bahwa permulaan pelaksanaaan yang dapat dipidana adalah permulaan pelaksanaan yang sudah menimbulkan bahaya terhadap kepentingan hukum tertentu.

 

Pasca Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tanggal 17 April 2019 lalu, eskalasi politik semakin memanas terutama menjelang penetapan hasil Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei mendatang. Berbagai narasi seperti “Pemilu curang”, “kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif” sampai pada ajakan “people power” untuk menolak hasil Pemilu dan seruan “revolusi” viral di media sosial. Terakhir bahkan muncul ancaman untuk memenggal kepala Presiden.

 

Kembali mengacu pada paham/ajaran tentang permulaan pelaksanaan dalam percobaan (poging) di atas, agaknya penyidik berkeyakinan bahwa berbagai tayangan yang menjadi viral tersebut dianggap sudah dapat dikategorikan sebagai permulaan pelaksanaan yang dikhawatirkan dapat mendelegitimasi Pemilu melalui cara-cara yang inkonstitusional yang berujung pada perlawanan terhadap pemerintahan yang sah yang melanggar pasal 107 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan 20 tahun penjara untuk pemimpin dan pengatur makar.

Tags:

Berita Terkait