Begini Isi Peraturan BI Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
Berita

Begini Isi Peraturan BI Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

Penyelenggara dompet elektronik wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Begini Isi Peraturan BI Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
Hukumonline
Awal November ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menandatangani Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Aturan ini diterbitkan dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi dan sistem informasi yang melahirkan berbagai inovasi, khususnya yang berkaitan dengan financial technology (fintech).

Sebagaimana dilansir dari laman resmi bi.go.id, aturan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk di bidang jasa sistem pembayaran, baik dari sisi instrumen, penyelenggara, mekanisme maupun infrastruktur penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran. Inovasi penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran yang perlu tetap mendukung terciptanya sistem pembayaran yang lancar, aman, efisien dan andal.

Selain itu, aturan ini berfungsi untuk memenuhi prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai, perluasan akses, kepentingan nasional dan perlindungan konsumen serta standar dan praktik internasional. Pengaturan sistem pembayaran saat ini yang perlu dilengkapi dan dirumuskan secara lebih komprehensif untuk memberikan arah dan pedoman yang semakin jelas kepada penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyelenggara penunjang transaksi pembayaran serta kepada masyarakat.

PBI ini memuat mengenai penyelenggara dalam pemrosesan transaksi pembayaran, perizinan dan persetujuan dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran. Kewajibandalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran, laporan, peralihan izin penyelenggara jasa sistem pembayaran dan pengawasan, larangan serta sanksi.

Untuk pemrosesan transaksi pembayaran, dalam PBI ini dijelaskan meliputi kegiatan pra transaksi, otorisasi, kliring, penyelesaian akhir (setelmen) dan pascatransaksi. Kegiatan pemrosesan transaksi pembayaran dilakukan oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dan Penyelenggara Penunjang. (Baca Juga: Akhirnya, BI Resmikan Fintech Office)

PJSP sendiri tediri dari prinsipal, penyelenggara switching, penerbit, acquirer, penyelenggara payment gateway, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penyelenggara transfer dana, penyelenggara dompet elektronik dan PJSP lainnya yang ditetapkan oleh bank.

Sedangkan Penyelenggara Penunjang, dalam PBI ini merupakan pihak yang menunjang terlaksananya pemrosesan transaksi pembayaran di seluruh tahapan pemrosesan transaksi. Antara lain terdiri dari perusahaan yang menyelenggarakan pencetakan kartu, personalisasi pembayaran, penyediaan pusat data (data center) dan pusat pemulihan bencana (disaster recovery center).

Kemudian, perusahaan penyedia terminal antara lain Automated Teller Machine (ATM), Electronic Data Capture (EDC) atau reader, penyediaan fitur keamanan instrumen pembayaran atau transaksi pembayaran. Penyedia teknologi pendukung transaksi nirkontak (contactless) dan penyedia penerusan (routing) data pendukung pemrosesan transaksi pembayaran.

PJSP wajib memperoleh izin dari BI, baik dalam bentuk pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran hingga kerja sama dengan pihak lain. Izin PJSP ini wajib terkait dengan kebijakan nasional. Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring atau penyelenggara penyelesaian akhir harus berbentuk perseroan terbatas yang sahamnya paling sedikit 80 persen dimiliki warga negara Indonesia atau berbentuk badan hukum Indonesia.

Dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran ini, PJSP juga wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif dan konsisten, menerapkan standar keamanan sistem informasi, menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik, menerapkan perlindungan konsumen dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. (Baca Juga: Paket Kebijakan XIV Soal Roadmap E-Commerce, Ini Pokok-Pokoknya)

Dalam PBI ini juga diatur larangan bagi PJSP. Mulai dari melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency, menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun transaksi pembayaran dan dilarang memiliki atau mengelola nilai yang dapat dipersamakan dengan nilai uang yang dapat digunakan di luar lingkup PJSP. Jika melanggar ketentuan ini, PJSP dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran, denda, penghentian sementara atau seluruh kegiatan jasa sistem pembayaran hingga pencabutan izin sebagai PJSP.

Dompet Elektronik
Dalam PBI ini diatur ketentuan mengenai dompet elektronik (electronic wallet/e-wallet), yakni layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen pembayaran antara lain alat pembayaran dengan menggunakan kartu atau uang elektornik, yang dapat juga menampung dana, untuk melakukan pembayaran.

Penyelenggara dompet elektronik adalah bank atau lembaga selain bank yang menyelenggarakan dompet elektornik. Kewajiban memperoleh izin bagi bank atau lembaga selain bank yang menyelenggarakan dompet elektronik dengan pengguna aktif telah mencapai atau direncanakan akan mencapai jumlahnya paling sedikit 30 ribu pengguna. Selain itu, pihak yang mengajukan izin sebagi penyelenggara dompet elektronik wajib memenuhi persyaratan, kecukupan manajemen risiko dan perlindungan konsumen terkait pengelolaan dana yang ditampung dalam dompet elektronik.

Sedangkan terkait pemenuhan sertifikasi atau standar keamanana sistem bagi penyelenggara dompet elektronik wajib memuat pengamanan data dan informasi pengguna serta instrumen pembayaran yang tersimpan dalam dompet elektronik, sistem dan prosedur aktivasi dan penggunaan dompet elektronik serta penerapan fraud detection system. (Baca Juga: Segera Terbit, Payung Hukum Transaksi Pembayaran e-Wallet)

Jika terjadi permintaan pengembalian dana (refund) atas pembatalan transaksi pembayaran, penyelenggara dompet elektronik wajib segera melaksanakan pengembalian dana tersebut kepada pengguna dompet elektronik. Penyelenggara dompet elektronik wajib memiliki prosedur untuk memastikan terlaksananya pengembalian dana tersebut. Dana hasil pengembalian itu wajib segera dikembalian ke dalam sumber dana asal yang digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran.

Selain itu, penyelenggara dompet elektronik dalam PBI ini juga wajib memastikan penggunaan dana pada dompet elektronik hanya untuk tujuan pembayaran. Mematuhi ketentuan BI mengenai batasan nilai dana yang dapat ditampung dalam dompet elektronik. Memastikan dana yang dimiliki pengguna tersedia dan dapat digunakan saat melakukan transaksi. Menempatkan seluruh dana yang tersimpan dalam dompet elektronik dalam bentuk aset yang aman dan likuid untuk memastikan ketersediaan dana. Memastikan bahwa penggunaan dana hanya untuk memenuhi kepentingan transaksi pembayaran oleh pengguna dompet elektronik. Serta, menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PBI ini berlaku pada saat diundangkan, yakni tanggal 9 November 2016 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Tags:

Berita Terkait