Begini Jenjang Karier Hakim di Pengadilan Agama
Terbaru

Begini Jenjang Karier Hakim di Pengadilan Agama

Secara umum, jenjang karier hakim pada lingkup agama sama seperti hakim peradilan umum. Selain itu, hakim agama atau hakim peradilan umum juga dapat menduduki jabatan yudisial ataupun nonyudisial (jabatan struktural).

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi hakim pengadilan agama
Ilustrasi hakim pengadilan agama

Dalam mengembangkan jenjang kariernya, seorang hakim agama setidaknya harus memiliki pengalaman minimal selama 7 tahun untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua Pengadilan Agama (pimpinan pengadilan). Ketentuan tersebut tertuang secara tegas dalam Pasal 13 ayat (2) UU No.50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

“Kalau jenjang karier hakim agama (sebetulnya) sama seperti hakim umum. Ada hakim pratama, hakim madya, hakim utama, sama,” ujar Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung (MA) RI Amran Suadi saat dihubungi Hukumonline melalui sambungan telepon, Selasa (8/3/2022).

Pasal 13 ayat (2) UU No.50 Tahun 2009 menyebutkan untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama, hakim harus berpengalaman paling singkat 7 (tujuh) tahun sebagai hakim pengadilan agama.

Dia menerangkan untuk meningkat ke jenjang karier berikutnya senantiasa dilakukan fit and proper test terlebih dahulu. Mulai dari kenaikan kelas pengadilan agama dari Kelas II hingga Kelas IA dengan pangkat IVD. Setelah itu, barulah memungkinkan untuk diangkat menjadi hakim tinggi.

Jika telah mencapai posisi sebagai hakim tinggi, nantinya baru bisa mendaftarkan diri dalam seleksi calon hakim agung yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial (KY). “Saat hakim tinggi (menjalani tugas profesi selama, red) setengah tahun menjadi hakim tinggi, dia bisa mengajukan kalau ada pembukaan seleksi calon hakim agung. Jadi artinya tidak harus 3 tahun, tetapi saat dia berkedudukan sebagai hakim tinggi dapat mengajukan permohonan menjadi hakim agung,” terangnya.

Baca:

Bila lolos menjadi hakim agung, kata dia, karier selanjutnya bisa menjadi ketua kamar agama yang ditunjuk oleh ketua MA. Namun, jenjang karier seorang hakim agama tidak hanya menjadi hakim agung (teknis yudisial, red), tapi bisa juga menjabat posisi karier nonyudisial (jabatan struktural). Nantinya, hakim agama yang menjabat nonyudisial akan dipilih melalui tahap penjaringan nama.

Bagi para hakim lingkungan peradilan agama di Indonesia dalam menjalankan profesi dan mengembangkan kariernya, Amran mengingatkan pentingnya menjaga kompetensi dan integritas. Sebab, kedua hal tersebut penting dijadikan pegangan agar menghindari hal-hal yang berpotensi melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

“Pertama, kompetensi (keilmuan) dikuatkan. Kedua, integritas (morality) harus dijaga. Sebab orang pintar, tapi tidak ada integritas moral yang baik, tidak ada gunanya. Tapi orang yang tidak pintar tapi punya integritas, ya masih bisa dilihat juga. Dijaga dua-dua-lah, punya kompetensi yang memadai dan mempunyai integritas yang prima agar terhindar dari macam-macam pelanggaran kode etik profesi hakim,” pesannya.

Sesuai bunyi Pasal 5 UU No.48 Tahun 2009, seorang hakim/hakim konstitusi wajib wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Seorang hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Selain itu, hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Tags:

Berita Terkait